Hai Senja yang sudah lama kunanti.
Senja yang terbiasa pergi dan tak berpikir untuk kembali.
Aku ingin melihat senyuman itu lagi, senyuman yang membuatku berpikir bahwa esok masih ada.
Senyuman yang membuatku berpikir bahwa kau akan menggenggamku lebih erat.
Senyuman yang membuatku berpikir bahwa hanya ada aku dan kamu, bukan kita.
Karena dengan alasan, dengan candaan, dengan apapun itu, kita tak pernah ada.
Biarkan ruang usang ini menjadi saksi dengan segala cerita yang terselip di dalamnya.
Yang akan menjadi saksi buta, bahwa hanya ada aku yang berjuang, sendirian.
Biarkan aku dipeluk oleh mimpi-mimpi yang membuatku bertahan, memaksa masa lalu untuk tetap berjalan beriringan.
Biarkan awan bergumul di kakiku, mengantarku kepada tetesan cerita yang pernah menetes melalui pori-pori kulitku.
Biarkanlah aku merasakan hangatnya warnamu, sekali lagi.
Aku ingin melihat senyuman itu lagi, senyuman yang membuatku berpikir bahwa esok masih ada.
Senyuman yang membuatku berpikir bahwa kau akan menggenggamku lebih erat.
Senyuman yang membuatku berpikir bahwa hanya ada aku dan kamu, bukan kita.
Karena dengan alasan, dengan candaan, dengan apapun itu, kita tak pernah ada.
Biarkan ruang usang ini menjadi saksi dengan segala cerita yang terselip di dalamnya.
Yang akan menjadi saksi buta, bahwa hanya ada aku yang berjuang, sendirian.
Biarkan aku dipeluk oleh mimpi-mimpi yang membuatku bertahan, memaksa masa lalu untuk tetap berjalan beriringan.
Biarkan awan bergumul di kakiku, mengantarku kepada tetesan cerita yang pernah menetes melalui pori-pori kulitku.
Biarkanlah aku merasakan hangatnya warnamu, sekali lagi.
Dan kuharap, warnamu mampu menghangatkan jiwa
yang terluka.
Tolong sampaikan padanya, aku
mampu berjuang sendirian, aku mampu menunggunya hingga bosan meruntuhkan mimpi
yang telah kurajut, sendirian. Maafkan aku yang selalu menyelipkan namamu dalam
doaku.