Cari Blog Ini

Kamis, 24 Juli 2014

Karena Hujan Tak Tahu Bagaimana Rasanya Jadi Awan

Setiap awan mempunyai ceritanya sendiri.
Awan yang berarak di langit senja kala itu memilih melintas sendirian.
Awan hitam, yang siap mengucurkan air matanya kapan saja.
Dan hujan, tak pernah sekalipun bertanya bagaimana rasanya jadi awan.
Hujan, kumpulan rintik-rintik air, bisa meninggalkan awan kapan saja, tanpa keraguan, tanpa belas kasihan.
Hujan pikir dia bisa kembali kapan saja.
Ya, rintikan itu akan kembali menguap ke angkasa.
Tetapi, apakah dengan rintikan yang menguap itu mampu membentuk awan yang sama? Tentu saja tidak. Rintikan air itu bukan rintikan yang sama lagi, dan awan bukan lagi awan yang menopang ribuan keluh kesah hujan yang sama.
Kita tak akan pernah sama lagi jika salah satu dari kita mulai berubah, atau bahkan perubahan bisa terjadi diantara kita berdua.
Aku, awan hitam yang tak pernah siap dikecewakan, tak pernah siap ditinggalkan.
Kamu, hujan lebat yang dinginnya mampu menusuk ruas-ruas rusukku, mampukah kau kembali dengan jiwa yang masih saja kurindu?
Asa awan memudar seiring tetesan air yang mendarat di keringnya bumi, senada dengan takdirku.
Awan, hujan, aku, kamu, tak ada lagi kita.


22 Juli 2014-15.30

Rabu, 26 Maret 2014

Walk After You

Hai Senja yang sudah lama kunanti.
Senja yang terbiasa pergi dan tak berpikir untuk kembali.
Aku ingin melihat senyuman itu lagi, senyuman yang membuatku berpikir bahwa esok masih ada.
Senyuman yang membuatku berpikir bahwa kau akan menggenggamku lebih erat.
Senyuman yang membuatku berpikir bahwa hanya ada aku dan kamu, bukan kita.
Karena dengan alasan, dengan candaan, dengan apapun itu, kita tak pernah ada.
Biarkan ruang usang ini menjadi saksi dengan segala cerita yang terselip di dalamnya.
Yang akan menjadi saksi buta, bahwa hanya ada aku yang berjuang, sendirian.
Biarkan aku dipeluk oleh mimpi-mimpi yang membuatku bertahan, memaksa masa lalu untuk tetap berjalan beriringan.
Biarkan awan bergumul di kakiku, mengantarku kepada tetesan cerita yang pernah menetes melalui pori-pori kulitku.
Biarkanlah aku merasakan hangatnya warnamu, sekali lagi.

Dan kuharap, warnamu mampu menghangatkan jiwa yang terluka.


Tolong sampaikan padanya, aku mampu berjuang sendirian, aku mampu menunggunya hingga bosan meruntuhkan mimpi yang telah kurajut, sendirian. Maafkan aku yang selalu menyelipkan namamu dalam doaku.