Cari Blog Ini

Senin, 26 November 2012

Langit Biru

Seperti mereka yang terus berharap dalam diam. Tak bersuara. Tetapi, tetap terus berharap..


“aku rindu langit senja berwarna biru”

“bukankah langit senja berwarna jingga?”

“tidak, jika tanpamu”

Jingga. Membawa sejuta kenangan yang seharusnya tak ku kenang lagi. Dan tak pantas dikenang.

Mengharapkanmu. Apakah aku masih layak mengharapkanmu seperti dulu… dengan penuh harap dan tanpa dosa?

Aku mengharapkanmu….

Apakah seperti seorang manula yang berharap bisa memasukkan benang ke lubang jarum dan menariknya secara perlahan.. Menikmatinya.. Tanpa alat bantu?

Apakah seperti seorang pemulung yang mengharapkan di setiap harinya selalu mendapat sampah di sepanjang jalannya menuju penimbangan?

Apakah seperti seorang pengacara yang selalu ingin mendapatkan kasus?

Apakah seperti seorang mantan narapidana yang berharap setiap harinya mendapat makanan gratis seperti dulu.. saat dia masih di dalam jeruji-jeruji tinggi?


Apakah seperti Negeri ini yang selalu mengharapkan Negara ini bebas dari para tikus berdasi?

Apakah seperti Ibu rumah tangga yang mengharapkan sinar matahari terik di saat menjemur pakaian?

Apakah seperti seorang PSK yang mengharapkan pelanggan di setiap harinya?

Apakah seperti seorang penulis yang mengharapkan ide-ide muncul-berebut-mendesak ingin ditulis?

Apakah seperti Rhoma Irama yang mengharapkan mampu memimpin Negara ini kelak?

Tidak. Aku mengharapkan seperti aku yang mengharapkanmu. Begitu sederhana.

Mengharapkanmu, adalah bukti yang ditulis oleh Tuhan bahwa aku masih layak hidup dan layak merasakan apa itu ‘harapan’.

Lebih baik berharap dan mendalam, daripada tidak sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar