Selamat pagi, Senja. Kuharap kamu ingat.
Oh ya, sebelumnya, selamat ulangtahun untuk diriku sendiri. Semoga
segala harapan dari diriku sendiri, keluarga, teman dikabulkan. Amin. Aku merasa
sangat tua.
Ratusan doa pula dipanjatkan oleh teman-teman melalui sms,
twitter, facebook, juga secara langsung berjabat tangan. Hah.
Malam pergantian usiaku pun
aku masih terus memanjatkan doa untukmu yang sebenarnya yang bahagia hanya
aku. Aku tahu itu.
Dan terbangun keesokan harinya dan menyadari, aku terlalu
banyak berharap hingga terlelap. Tak pun merasa lelah.
Aku menggosok-gosok kedua telapak tanganku sejak sampai di sekolah. Ya, pagi itu terasa sangat dingin. Dingin yang ditemani oleh ribuan tanya
dan ribuan doa.
“Alba!” suara yang khas keluar dari bibir teman seangkatan
yang pernah sekelas denganku. Dengan rambutnya yang keriting, aku semakin yakin
itu dia. Nabil.
“Ha?”
“Sini!!”
“Ha? Aku?”
“Iyalah”
Akupun mulai menata langkah mendekati Nabil yang tidak duduk
sendirian disana. Seingatku, ada 9 cowok duduk bersama Nabil yang juga melihat
ke arahku.
“Weh.. Ba! Selamat ulangtahun, ya!” Nabil menjabat tanganku.
Dia tetap pada posisi duduknya.
“Eh. Iya. Makasih ya!” kurangkai senyuman terbahagia untuk
teman seangkatanku itu.
“Lho, Alba ulangtahun?” seorang teman yang lain bertanya
bingung.
“Heleh, iyaaaa!!” jawab Nabil
“Bweeee! Selamat ulangtahun ya, Ba!”
“Selamat ulangtahun, Ba! Makan-makan!”
“Iya. Makasih, yaaa!!”
“Eh, Ba! Gini aja, daripada kamu capek nyalamin satu-satu, kamu
lari aja dari ujung sambil njulurin tangan, kita juga njulurin tangan. Kayak pemain
bola gitu lho!!”
“Bwahahahaha. Oke-oke”
Dan mereka sudah bersiap
“Cepat, Ba!!”
“Bwahahahaha!!! Lucu nah! Hah. Gak kuat”
“cepet, Baaa!!”
“Iya-iya… cepet dah kalian njulurin tangan, ya. Aku lari”
Mereka pun menjulurkan tangan mereka. Aku tak kuasa menahan
tawaku.mereka pun sama. Betapa akan
kurindunya momen seperti ini nanti,
ujarku pada diri sendiri.
“Alba, selamat ulangtahun, yaaaa. Semoga panjang umur,
sukses UNnya semoga dapat niali UN tertinggi. Amin”
“Terimakasih, ya, Agam!!!! Aminaminamin!! Semoga kita bisa
lulus sama-sama!!” semakin kueratkan jabatan tanganku. Hah. Aku rindu sekelas
sama Agam. Rindu suaranya yang lantang.
Suasana sekolah hari itu terasa berbeda. Lebih indah tetapi
ada yang kurang. Itulah manusia, selalu merasa kurang. Dan doa yang sedari
malam kupanjatkan tak kunjung berbalas. Mungkin
bukan itu yang aku butuh, ujarku pada diri sendiri lagi.
Dada terasa sesak. Penuh akan harapan sendiri yang entah
mengapa aku masih saja terus merangkainya menjadi doa. Walaupun itu nantinya
tidak terjadi, tetapi aku sudah berdoa. Ya, aku tidak berusaha. Untuk apa? Aku sudah
cukup begini saja. Menikmatimu dari jauh, dalam-dalam, merangkai doa, indah
kurasa.
Kantin sekolah masih sama. Sesak. Aku membelanjakan uangku
untuk membeli semangkuk soto dan dua gelas aqua. Cukup sudah membuatku semakin
sesak.
Sebenarnya apa yang benar-benar aku harapkan? Apakah ini
salah? Aku pikir, jika ini salah, tak mungkin sedalam ini, tak mungkin sejauh ini,
tak mungkin senyaman ini, tak mungkin seindah ini.
Sisa beberapa menit lagi bel masukan berbunyi mengingatkan
kami bahwa sekolah memang harus sekolah. Aku mengambil posisi paling ujung
dekat dengan pintu kelas. Sambil meneguk aquaku, aku duduk di depan kelas. Ya,
disana ada beberapa deretan kursi-kursi bekas yang sudah tidak layak diduduki
di kelas. Tidak hanya sendiri, teman sekelas yang sudah aku anggap sahabat juga
ikutan duduk. Mereka pun bercerita. Entah kenapa, hari itu aku mengacuhkan apa
yang mereka ceritakan. Aku menoleh ke pintu kelasnya sekali-kali. Hah. Dia memang
jarang main di luar.
Aya, Hana, dan Dinda tiba-tiba berlari dan berteriak ke
kelasnya.
“Abeeee, Alba ulangtahun, lhooo!!”
“Abee coba ucapin ke Alba selamat ulangtahunnnn!!”
“Aaaabeeee”
Dan dunia mulai menertawaiku.
Aku mulai bersandar. Membisikkan pada diri sendiri bahwa dia
nggak akan pernah datang ngucapin.
Dan… haha. Dia datang.
Yang kuingat, dia datang dengan senyum lebar dan tangan yang
digoyang-goyangkannya. Ya, dia memang selalu tersenyum.
Hampir seluruh kelas angkatanku keluar dari sarangnya. Adik kelas
pun ikut berkeluaran. Entahlah, aku mencoba menikmati momen itu, tetapi yang ku
ingat hanya beberapa. Dan kusimpulkan, itu karena aku ‘sudah kemana-mana’,
sudah terbang terlalu tinggi, menyadari bahwa doaku dikabulkan. Ya, walaupun
dia terpaksa. HAHA.
“salaman tuloo, Beeee!!” suara-suara teman seangkatan mulai
berkoar. Hah. Dunia benar-benar menertawaiku.
Kulihat tangannya bergoyang-goyang. Dan aku tak berhenti
tersenyum. Walalupun sudah kucoba.
Tangannya terulur…
“Selamat ulangtahun, ya…” ucapnya dengan sedikit
tergesa-gesa. Suaranya yang mengalahkan puluhan teman seangkatan cukup mampu
membuatku tidak bisa berhenti tersenyum.Tuhan, tolong, saat ini berhentikan waktu sebentaaaaaaaaar saja, berikanlah walaupun hanya sedetik lebih lama.
Dan aku salah
tingkah. Wajar. Hah. Sudahlah.
“Ciee ukhti disalamin..” teriak teman pengajianku yang
berbadan besar itu.
“heeh. Nggak boleh. Bukan mukhrim…” dan aku membalas
candaannya.
Ku julurkan tanganku. Menerima juluran tangannya. Hah. Munafik emang. Aku juga
tidak tahu, apakah aku menggenggamnya erat atau hanya biasa saja. Aku sudah
terbang terlalu jauh.
Riuh. Kata ‘Cieee’ berdesakan masuk ingin didengarkan.
Sudah. Dia pergi. Aku berlari masuk ke kelas dan menginjak
pot bunga dan juga menginjak kaki seorang teman. Aku benar-benar terbang
terlalu tinggi.
Dan hari itu, pelajaran matematika 3 jam terasa mudah. Hah.
Sore harinya, aku pergi les. Bertemu beberapa teman yang
sama di sekolah. Aku masih di-cieee-in sama mereka. Dan menghentikan senyum ini
tidaklah mudah.
“Eh Ba, tadi itu dia kan aku suruh ngucapin ke kamu, trus
dia nanya.. ‘eh, Ra, aku bilang kayak apa? Gimana bilangnya?’ trus aku bilang ‘bilang
aja, Alba, selamat ulangtahun, ya’ trus dia jalan sendiri, padahal aku nggak
maksa dia pergi dan nggak dorong dia” cerita Rara padaku. Padahal aku tidak
memintanya bercerita.
“Anu, tadi juga, sebelum ngucapin ke kamu, aku bilang gini ‘eh
Be, hari ini Alba ulang tahun, lho’ trus kamu mau tau dia jawab apa? Dia jawab
gini ‘trus aku harus apa?’ gitu, Ba…”
Oke. Hmch. Rasanya.... ya gitu. Yang jelas rasanya sakit.
Mengenang hari itu pun rasanya berat sekali. Apa yang akan dikenang? Jabatan tangan dan seonggok kata-katanya? Haha. itu tidak cukup untuk menyembunyikan apa yang dia ucapkan sebelumnya.
Terimakasih, Senja. Hari itu kau membuatku tersenyum tak hentinya dan menyesal yang tak hentinya pula. Terimakasih untuk tanggal 26 Januari 2013 itu, aku tahu itu takkan terjadi lagi. Terimakasih sudah mau ngucapin aku selamat ulangtahun dan bonus berjabat tangan. Terimakasih untuk keseimbangan kejadian hari itu yang luar biasa.
Kita tidak akan pernah merasakan bahagia sebelum kita merasakan bagaimana rasanya bersedih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar