Dan tentangmu. Aku juga nggak tau kenapa masih tentang kamu.
Aku juga gak mau kamu tau aku masih terus menulis tentang
kamu. ah. Dusta. Aku selalu berharap kamu membacanya… walaupun hanya ilusi
belaka.
Kalau semua tulisanku mengganggumu, biarkan aku terus
menulis. Mungkin hanya dengan cara itu aku bisa mengalihkan perhatianmu.
Sepertinya aku adalah tukang cari perhatian. Tapi, tetep aja kamu nggak baca.
Dan (mungkin) kamu nggak terganggu. Kalo merasa terganggu, berarti kamu sadar
semua tulisan itu untuk kamu. Dan lagi, kamu nggak pernah membacanya.
Menulis itu mampu membuatku candu. Sama kayak mikirin kamu.
Mungkin bukan candu, itu seperti sebuah keharusan. Aku nggak tau kenapa aku
memilih kata ‘keharusan’ untuk menggambarkannya. Mungkin karena itu juga sebuah
keharusan. Aku gak tau kenapa terus memakai kata ‘mungkin’ untuk mejelaskannya.
Penjelasannya masih semu… sama kayak kamu. Aku juga nggak tau kenapa bisa
ngetik setengah halaman hanya membahas seperti ini. Mungkin rumit, sama kayak
kamu. Dan sudah. Aku mau mengakhiri semuanya. Aku nggak mau merumitkan yang
sudah rumit. Dan nggak tau, aku tetep aja ngeladenin kamu yang terus membuat
rumit yang sudah rumit. Apakah rumit maknanya sama dengan susah? Kalau iya,
tenang, aku tidak merasa disusahkan sama kamu. Karena, sebenarnya, kamu nggak
buat susah, cuma aku aja yang menganggapnya susah. Kamu nggak ngapa-ngapain aja,
aku mati iseng sendiri.
Kalo
kamu baca ini kamu merasa diribetkan, tenang, kamu kegeeran. Sebenarnya tulisan
ini buat aku sendiri, karena lagi, kamu nggak pernah mau kesini untuk
membacanya. Salam satu jiwa, kamu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar