Aheeee!!!!!!!!!!!
Alhamdulillah dikasih sama Allah hari-hari yang selalu luar
biasa. Kamu gimana?
Hari ini pengumuman kelulusan SMA Negeri 1 Bontang (baca:
Smansa). Karena gak dikasihtau pengumumannya jam berapa, datanglah dini yang
imut ini ke Smansa jam 8 pagi. Biasanya kalo bangun pagi, musti dibangunin
dulu. Dan hari ini, aku bangun pagi seorang diri, mandiri sekali. Ah. Mungkin itu
karna ketakutan dan kekhawatiran diriku akan ketidaklulusan. Aku takut kecewa. Aku
gak pernah siap buat kecewa. Aku gak tau gimana setelah aku dikecewain terutama
sama diri sendiri.
Sesampai di Smansa, aku melihat para orangtua mengeluh
karena pengumuman kelulusan akan keluar jam 10. aku? Aku biasa saja. Ah dusta. Aku
masih deg-degan. Karena bapak akan pergi kerja, bapak meninggalkanku dengan
teman-teman yang lain di lobby.
Satu jam berlalu, seorang guru keluar dan berkata kepada
Ibunya Iis “Baru sepuluh orang, Bu, yang dipilih.” Aku, yang gak bisa mikir
bener, mengiyakan apa yang guru itu bilang. Lalu, guru itu pergi dengan
kendaraannya.
“Jam 9 lewat baru 10 orang? Jam berapa coba
kelarnya kalo ada 224 orang?” gumamku.
Semakin banyak teman yang berdatangan. Mereka mengajak
bercerita, hm, itu juga membantuku melupakan rasa takutku.
Aku sudah memikirkan akan mendaftar di SMA 2 juka ditolak di
Smansa. Tapi aku tidak memikirkan bagaimana perasaan orangtua jika aku ditolak.
Aku tidak memikirkan raut wajah yang seperti apakah yang akan aku tunjukkan jika aku ditolak. Aku tidak
memikirkan bagaimana reaksi teman-teman jika aku ditolak. Ah.
Jam 10 lebih guru-guru tak kunjung keluar untuk menempel
kertas-kertas keramat itu di seng. Kenapa di seng? Smansa lagi perbaikan, seng
itu dijadiin pembatas atau kata kerennya pagar. Gitu.
Semua kecewa, pada ngoceh kesana-kemari. Ngedumel kesana
kemari. Karena gak ada yang ngajak cerita, aku diem sambil terus berdoa. Sebelum
pergi, aku SMS-an sama Ince. Aku menceritakan tentang rasa takutku, lalu dengan
gagahnya, dia menenangkanku menyuruhku terus berdoa. Cara itu memang ampuh. Mengingat
Tuhan itu menenangkan, kata Pak Abdul. Ih aku rindu Pak Abdul dan caranya
mengucapkan ‘apa namanya’ haaaaaaa.
Jam 11 juga belum ditempel tetapi sudah ada tanda-tanda
guru-guru akan keluar. Jam 11 lebih, guru-guru sudah mulai menenteng
kertas-kertas keramat itu. Semua yang diluar mulai ribut. Aku tak hentinya
berdoa dibarengi dengan dentuman jantungku. Semakin horror saat seorang guru
perempuan membuka pintu, lalu menerawang luas keluar, lalu menutup pintu lagi. “Yaaaaah”
hanya itu yang kudengar dari mulut-mulut yang sudah menunggu sejak pagi. Beberapa
menit kemudian, guru-guru keluar dengan barisan seperti kesebelasan yang keluar
dari ruang ganti, tetapi ini dengan lipatan kertas di tangan. Aku lupa bagaimana caranya mengambil nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan.
Aku dan teman-temanku tidak berlari mengejar kertas itu. Aku
masih ingat tatapan-tatapan teman-teman saat guru-guru itu keluar dari ruangan.
Seperti dihipnotis, kepala kami mengikuti arah jalannya guru-guru itu.
Setelah di tempel, aku, Anas, Ijah, Indri dan Ni’ma tidak
ikut berdesakan, kami menunggu sepi. Setelah kami berdoa dan menyadari tidak
akan sepi papan pengumumannya, kami ikut berdesakan.
“Uek. Aku
mau muntah, Din,” saking degdegannya, Indri mau muntah. Ah aku juga sebenarnya.
Aku jadi teringat euphoria saat pengumuman kelulusan SMP. Ah.
Degdegan yang sama. Teringat saat aku sangat berharap mendapat nilai yang
bagus, lalu pikiran itu dikalahkan oleh rasa takutku. Takut bahkan tidak lulus,
bagaimana aku mendapat nilai bagus.
“Andin!!!
Aku sama kamu lulus!!!” Anas yang memakai baju garis-garis tadi pagi mendekatiku
dengan dua tanggannya yang mengepal di depan dada.
“Botek
kamu!”
“Betulan!!
Itunah disitu.”
Aku berlari secepat Tsubasa yang mampu membaca beberapa paragraf sambil main bola #salahfokus . Mendesak kerumunan sekuat
yang aku bisa.
Tidak sia-sia. Aku menemukan namaku di bawah namanya Anas. Aaaaaaaaaaaaaaaah
aku berlari dan langsung memeluk anas kuat-kuat. Untungnya, Anas membalas
pelukanku. Aaaaaaaaaah. Tidak ada yang lebih bahagia kecuali kita hari itu. Tidak
ada.
Lalu Indri, Ni’ma, Ijah yang berteriak “AKU LULUS!!!” lalu
memeluk. Haaaaaaaaaaaaaaa. Bahagia sekali.
Bagaimana dengan Alip sang pengendara elang? Alhamdulillah dia
lulus juga. Seperti ada kupu-kupu di perutku yang menuju ke mulutku yang
membuatku tertawa saat Alip mengepalkan tangannya ke udara sambil lompat-lompat
kecil bersama teman-temannya. Haaaaa. Aku merhatiin kamu, kok. Selalu.
Raut wajah bahagia bertaburan. Aku tidak berani mencari
teman-teman yang tidak diterima. Tidak berani. Aku tidak berani melihat teman
satu sekolah kecewa saat aku bahagia layaknya Pangeran menemukan Cinderellanya.
Sesudah mengambil formulir daftar ulang, kami semua
dikumpulkan di Musholla untuk diberi pengarahan. Aku lupa sampai jam berapa. Yang
aku ingat, aku sangat haus, lapar dan capek. Tapi semua terbayarkan secara
lebih dan lebih.
Dan buat temen-temen yang tidak di terima di SMA 1 atau SMK
1, jangan putus asa!!! Tetep semangat!! Sekolah yang lainnya nunggu kalian,
lhooo;)) When nothing goes right... go left
Salam satu jiwa!!!!!!!!!!!!!!!<3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar