berototnya yang menuntunnya kepadaku, ke persimpangan ini, lalu dengan mudahnya melenyap pergi, seperti api dan asap yang tak bersahabat lagi, juga tak lupa senyumannya yang lebar sampai telinga itu, yang selalu membuatku semangat pergi sekolah. Mungkin bodoh, semangat yang mampu menopang ribuan awan ini, kutumpukan padanya, lelaki pemilik poni pendek yang sangat rapi. Aku juga tak pernah tahu, mengapa ada poni yang menghiasi jidatnya. Terkadang poni itu ikut menari seiring langkahnya yang lebar.
Sudahlah. Aku ini hanya penikmat senyummu dari jauh, yang menjadikanmu semangatku. Kamu tak perlu tahu, tak penting juga. Biar saja aku menikmati rasa ini,rasa yang selalu ingin kututup rapat, tetapi tak pernah bisa.
Mungkin, saat-saat seperti inilah yang akan kurindukan nantinya, yang akan kutertawakan nantinya. Kamu, tak usah mencariku. Ribuan hari masihlah menunggumu, menunggu kita. Angan-angan yang kita gantung masih setia disana. Mungkin sambil tersenyum.
Terimakasih sudah pernah datang bermain denganku, menambahkan cerita-cerita yang kini hidup bersama tetesan embun. Selamat senja, Senja.
Ditulis setelah latihan voli, pada senja hari ini.
Aliiibbbbhhhhhh terus
BalasHapus