Cari Blog Ini

Kamis, 19 Maret 2015

Tentang Sepatu Kananku yang Hilang Siang Itu



Kurapal namamu dalam doaku
Lamat-lamat
hingga aku lupa hal lain yang ingin kuminta pada Tuhanku

              Aku ingat, aku berusaha meraih jendela yang tingginya dua jengkal di atasku
menggeser kursi, kujadikan tumpuan, hinggga aku bisa melihat wajahmu dari balik kaca berdebu.
Aku ingat, hal terbodoh yang pernah kualami adalah tanganku yang menggenggam sebotol minuman tiba-tiba kelu dan akhirnya mendarat jatuh ke aspal saat melihatmu di seberang jalan berusaha menyebrang di zebra cross depan sekolah. Lalu kamu tersenyum, berusaha menahan tawa. Aku, aku rasanya ingin menampar diri sendiri.
             Aku ingat, ulangtahun ke-15ku kamu datang menghampiriku yang sedang duduk di depan kelas. Menyalamiku dalam keadaan mata kananmu yang saat itu sedang sakit. “Selamat ulangtahun, ya,” katamu dalam satu napas. Aku, aku menahan napas, sesak.
Aku ingat, sepotong ayam asam-manis yang kuberikan padamu saat ujian praktik tata boga. Dengan piring yang hanya ada sepotong ayam, teman kelasku menyarankan untuk menghiasinya. Menganggap bahwa itu adalah saran yang menarik, aku mengambil dua cabai besar dan selembar daun seledri, kutata rapi. Kutitipkan pada teman kelasmu karena saat itu kamu sedang muncuci peralatan makanmu. “Tolong kasitau dia, Din. Itu makanannya cepet dimakan, soalnya mejanya mau diberesin,” ucap seorang guru yang mengawasi kelasmu. Aku, aku tak punya nyali walau hanya sekadar menyapamu, terlebih memintamu untuk segera memakannya.
            Aku ingat, ketika Tuhan memintaku untuk sadar, hingga sepatu kananku hilang siang itu. Aku yakin, Tuhan meminjamkan sepatu kananku pada orang lain, yang mungkin ia lebih membutuhkkan, pantas mendapatkannya, dan mungkin ia dapat menjaganya lebih baik daripada aku menjaganya.
Dan pada akhirnya, aku yakin Tuhan akan menggantikan sepatu kananku dengan yang lebih baik. Apapun itu, aku yakin pasti akan baik.



19 Maret 2015 - 00.20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar