Cari Blog Ini

Sabtu, 20 Februari 2016

Andini dan Yang Patah Tumbuh, yang Hilang Berganti

Untuk yang kesekain kalianya.

Aku mau nanya.

Udah berdamai dengan masa lalu?

Yap, tujuannya adalah berdamai, bukan melupakan.

Karena, katanya Dee Lestari gini:
Kadang-kadang langit bisa kelihatan seperti lembar kosong. Padahal sebenarnya tidak. Bintang kamu tetap di sana. Bumi hanya sedang berputar.

Trus hubungannya apa?

Yaelah. Ya itu. Sekeras apapun kamu melupakan, masa lalumu tetap ada di sana. Makanya, pilihan terbaik yang kamu punya adalah menerima.

                Kalo kamu pegen berdamai dengan masa lalu, saranku nih ya, hadapi secara biasa aja. Kalo ada yang bahas, yaudah biasa aja. Jangan pernah menolak untuk mendengar, karena dengan begitu, kamu akan terbiasa. Bisa karena biasa, kan? 
DAAAAN buat kalian yang sampe sekarang belum bisa move on karena move on itu keras, bray, tenang, kalian gak sendirian HAHAHAHAHAHApasih.

Sekali Lagi

Aku pikir tak akan ada lagi lagu-lagu kita setiap malam rabu,
tak ada lagi pencarian dalam diamku,
tak ada lagi matahari yang kukenal untuk menghangatkan
seperti hujan yang tak lagi mampu menyejukkan lamunanku,
tak ada lagi kamu sebagai salah satu sumber semangatku,
dan tak lagi aku menerka jalan setapak gelap, dingin, sesak, menujumu.

Jangan pedulikan. Ini hanyalah muntahanku tentang kita yang tak lagi saling menyebutkan nama.

Aku... Aku tak menemukan jawaban dari setiap bait doaku. Apakah mereka menguap di atas kepalaku hingga tak sampai ke langit ketujuh? Ataukah mereka terlalu berat, terlalu banyak, sampai-sampai aku tak tahu seberapa bosan Tuhan mendengar namamu dalam pengharapanku?

Hm. Kamu masih ingat cerita tentang sepatu kananku?
Tak kutemukan dan aku sadar, sepatuku tidak bisa lagi menemani kakiku dari licinnya lantai keramik, panasnya aspal, dari kerikil sepanjang perjalanan pulang, hingga lelahnya berlari. Sepatu kiriku tidak lagi bekerja dengan baik tanpa teman satu rasa, sepatu kanan. Sebagus apapun, semahal apapun, senyaman apapun, jika ia kehilangan makna bahwa ia ada, maka untuk apa lagi ia bertahan? Jika kupaksakan, maka aku akan terluka.

Ah, sebentar.

Apakah aku bisa terluka?

Hm, kurasa tidak.

Bagaimana bisa ia membunuh seseorang yang sudah mati? Dan, ya, tak ada lagi yang bisa melukaiku.



Nb: Jika suatu saat kamu menemukan sepatu kananku, katakan padanya bahwa aku masih menyelipkan Fix You-nya Coldplay dalam playlistku seperti kesepakatan kita dulu. 






22sep2015                     

Rabu, 10 Februari 2016

For the First Time in Foreveeeeeer

HAAAAAAIIIIIIIII.


Gila.


Kangen banget ngebog bhahahaha.


Jadi, kamu apa kabar? Udah bisa berdamai dengan masa lalu?

IYALAH UDAH. KAN GAK BOLEH STAGNAN DI SATU TITIK. HARUS BISA MOVE AWAY, MOVE UP, TRUS MOVE ON. HMMMM.

Udah ah, aku jadi sok asik.


Sebelumnya, aku mau menggarisbawahi kalo post ini hanya ingin berbagi pengalaman dan semoga ilmu yang bermanfaat. Kalo mau ngomentarin ini-itu mending gak usah dilanjut.
HAHAHAHA. BECANDA. Terserah kalian mau nganggep post ini gimana mau komen dalam hati atau diumbar kayak apa. Aku mah nulis apa yang pengen aku tulis. BHAK.

Post kali ini, aku bakal nyeritain ‘pengelaman pertama’. YAP. Semua orang pasti punya pengelaman pertama, entah itu pertama kali merangkak lalu berjalan, pertama kali dapat nilai bagus lalu nilai anjlok, pertama kali jatuh trus bangun, pertama kali dibiarin jatuh cinta lalu ditinggal pergi seenaknya. YAK.

Semua hal, semua rangkaian hidup kita pasti ada ‘pertama kalinya’. Kalo dalam olahraga nih ya, sebelum mulai pasti ada ‘awalannya’. Kalo awalannya salah, maka berpengaruh pada hasil akhir. Iya, jadi dari situlah kita bisa menghargai bagaimana lelahnya berproses dan belajar bagaimana melihat orang tidak hanya dari hasil akhir, tetapi lihat mulai dari ‘awalannya’.
                As we know, mengawali sesuatu itu susah banget emang. Pasti mikir ‘aku bisa apa enggak, ya?’ atau ‘ini bener nggak sih?’ atau ‘nanti aku siap nggak kalo aku gagal?’ dan itu bakal terus menghantui kita sampai kita benar-benar memulainya. MAKANYA, kita harus berani memulai. OKE, BOSKU?