Aku baik-baik saja, setidaknya sampai aku menulis ini. Untuk seterusnya, tanyakan saja padaku secara langsung, lewat media sosial atau mau megirimkan surat dengan tulisan tanganmu yang rapi tidak seperti tulisanku yang dulu kamu liat buku tulisku, kamu bilang itu artefak.
Tentang tulisanmu, aku masih
menyimpannya dengan rapi di kardus aqua, di samping lemari, di ruang solat
rumahku. Tulisan dengan tinta biru tentang trigonometri yang saat itu susah
sekali kupahami. Aku ngagguk-ngangguk saja biar terlihat pintar di depanmu,
padahal yang ada di kepalaku saat itu hanya dipenuhi suaramu. Astaga. Aku
serius. Aku berusaha menahan tawa. Beberapa menit, aku tidak tahan, maka
semakin mantap saja anggukanku supaya aku bisa kembali ke kelasku. Ternyata aku
masih tertahan di sana dengan kamu yang sepertinya masih ragu dengan jawabanmu.
Oke. Sebentar lagi, kupikir. Sudah. Aku kembali ke kelas, tanpa perlu
kujelaskan panjang lebar kenapa seharian aku seperti manusia paling bahagia
sampai nirwana.
Dulu juga, aku tidak tertarik dengan liga inggris sampai aku tau kalo lapakmu di sana. Maka dengan tenang aku belajar tentang liga inggris terutama klub jagoanmu, sebut saja Arsenal. Kali ini aku akan mengakui kebohonganku yang kalau setiap ditanya kenapa jadi gooner(ette) jawabanku selalu “Ya emang suka dari dulu.” Apakah ada jawaban lain yang lebih ‘cool’ daripada itu kalau pertanyaannya memojokkanku yang suka karena kamu? Masih tenang aku belajar tentang liga inggris, sampai suatu hari kamu menggunakan hape-ku untuk browsing dan ketahuanlah aku karena kamu membuka deretaan history. Aku tidak ingat yang lain tapi web resmi penjualan merchandise Arsenal yang harganya taulah kalo original berapa dan web-web lainnya tentang Arsenal.
Dulu lagi, aku ingat saat kamu menjengukku di rumah sakit. Setelah pulang dari rumah sakit, kamu ingin tau apa yang kulakukan? Aku melingkari kalender di kamarku di tanggal setiap kamu datang menjengukku. Kalender itu juga kutumpuk di kardus bersama tulisanmu. Sampai saat ini, cerita ini yang selalu kuingat saat ke rumah sakit. Aku serius lagi.
Sudah sampai di barisan ini?
Mungkin kamu akan bertanya, “trus, buat apa kamu nulis ini?”
Aku pelupa, makanya aku nulis. I’m trying to be kind to my soul.
Jika nanti suatu saat kamu tidak bisa lagi menemukanku, kemarilah, akan kuberitahu.
Aku bisa kau temukan di halaman
paling belakang buku laporan praktikummu, di sela pintu kamar kostmu, di bawah
keset, di dalam topi abu-abumu, terselip di antara lembar fotokopian materi
kuliahmu, di bantal bersama dua-tiga helai rambut rontokmu, di dompet tempatmu
menyimpan Surat Izin Mengemudi, di saku kemeja biru langitmu, bergelantungan di
jarum detik jam tanganmu (jika suatu saat kamu sudah menyukai memakai jam
tangan) dan di lantai bersama ceceran nasi maka siangmu. Aku ada. Jika kamu
malu, bisikkan saja hingga telingamu tidak mampu lagi mendengarnya. Bisikkan
saja, aku masih mendengar. Bagaimana tidak, jika setiap detikku yang selalu
ingin telingaku dengar adalah pertanyaan darimu hingga suara dalam kepalaku
mengelabuinya?
“Kamu apa kabar?”
*Ditulis sambil mendengarkan lagu The Script-The Man Who Can't Be Moved. Lagu yang kunyanyikan saat pengambilan nilai mata pelajaran Seni Budaya kelas 3 SMP di depan kelas dan kamu berdiri di depan pintu kelasku. Hanya jika kamu mengingatnya.
Yogyakarta, 17 april 2017
01.31 dini hari
(berbeda dengan jam di blog, ai dunno wai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar