Cari Blog Ini

Sabtu, 30 Maret 2013

Hard to Breathe (dua)


Cerita sebelumnya: Hard to Breathe


Heina termasuk cewek yang doyan internetan. Apa-apa cari di internet. Heina juga suka belanja online dengan menggunakan kartu ATM milik orangtuanya. Semenjak diberi harapan palsu sama kakak kelas jugalah, Heina jadi jarang buka Facebooknya. Sekarang, Heina lebih sering berkicau di Twitter, atau baca-baca hal menarik di Kaskus atau sekedar melihat foto-foto di 9GAG atau 1CAK dan melihat video di Youtube. Heina tidak tertarik dengan Wordpress. Menurutnya, Blog lebih menarik daripada Wordpress yang terlalu sederhana. Hm, mungkin Heina hanya belum tahu mengutak-ngatik Wordpress.
                Azhar-lah yang membuatnya terpaksa membuka kenangan lama…. Di Facebook. Walaupun Inbox dari kakak kelas itu sudah dihapusnya, Heina merasa masih ada yang tersisa disana. Saat membuka profile-nya Azhar, Heina melihat tak banyak status yang Azhar buat. Kalaupun ada, status yang dibuat Azhar juga tidak terlalu penting. Heina terenyu. Apa yang bisa aku dapat disini kalo dia kayak gini?
                Heina berpindah haluan. Heina mencari-cari foto apa saja yang Azhar punya. Heina terenyu untuk kesekian kalinya. Yang ada hanya fotonya bersama teman bolanya. Tak banyak. Padahal, Heina mencari-cari foto Azhar yang narsis. Hm, Heina terenyu, dia bersyukur Azhar bukan cowok narsis yang suka berfoto di depan cermin..
                Tangan Heina semakin lincah. Jari-jarinya membawanya ke tab Info. Heina mengeklik, seketika muncul beberapa informasi tentang Azhar. Tak banyak, tetapi Heina kembali terenyu. Heina mendapati nomor hape Azhar tercantum dengan suka-cita. Heina lari mengambil hapenya dan mencatat nomor Azhar. Mungkin suatu hari, jika aku butuh atau apalah, aku bisa menghubunginya.
Tiba-tiba Heina sadar. Mengapa Azhar mencantumkan nomor hapenya di Facebook? Walaupun senang, Heina terus bertanya-tanya, karakter seperti apakah yang Azhar punya. Menurut Heina, mencantumkan nomor hape di Facebook sangatlah tidak penting. apakah Azhar tidak takut nanti banyak orang asing yang mengiriminya sms tiba-tiba? Atau menelponnya? Hm, mungkin Azhar mencantumkan nomor hapenya untuk jaga-jaga; siapatau dia tiba-tiba lupa nomor hapenya, siapatau ada orang yang membutuhkan. Heina tak tahu, hanya bisa mengira-ngira. Atau, apakah Azhar adalah jomblo kesepian yang mencantumkan nomor hape supaya ada cewek yang sms dia ajak kenalan? Duh.

                Setelah  pulang les, Heina mengambil hapenya. Dia punya pulsa. Apalagi? Keberanian. Heina menatap nomor hape Azhar untuk beberapa lama, mengumpulkan keberanian.





5 Desember 2009
Udah berapa lama sejak curhatan yang pertama, Nder? Maaf, aku nggak punya banyak cerita menarik. Mungkin kali ini menarik..
Memang sebenernya gak boleh terlalu berharap. Cuma modal pulsa dan berani di kecewakan sudahlah cukup.
Jam 10 malam, aku mengirimkan sms ke Azhar. Aku udah menyiapkan diri untuk menerima segala kemungkinan. Aku sok tegar.

Aku: Hai,azhar:) 
Belum ada balasan. Karena lama dan aku sudah mengantuk, aku lebih memilih mengistirahatkan jiwa dan raga.
Aku lupa semalam mimpi apa. Aku terbangun jam 5 subuh untuk solat. Aku mengecek hape,berharap banyak, berharap Azhar membalas. Ya, aku mendapatkan sms, tetapi bukan dari nomor Azhar yang aku punya.

Sms masuk: Spa ini?

Aku berpikir agak keras. Kucek jam masuk sms tersebut. Jam 11 malam. Hm, siapa yang aku sms selain Azhar? Tidak ada. Oh, mungkin itu nomor Azhar yang lain. Dengan cepat dan percaya diri yang menggebu, aku balas sms yang terpampang di layar hapeku.

Aku: Heina. Ini siapa?

Aku menanyakannya padahal aku sudah tau. Aku hanya gak mau terlihat sotak dengan tidak bertanya. Setelah itu, aku terjaga hingga pagi berangkat ke sekolah. Aku terus menunggu. Aku pikir, Azhar akan membalasnya saat dia bangun. Ternyata, harapan yang terlalu menggebu memilih menjadi harapan…. Yang mengabu.
Sesampai di sekolah, aku bercerita dengan teman yang lain. Mereka antusias sekali mendengarnya, walaupun hanya 3 percakapan, berakhir dengan menggantungnya smsku.

                Siangnya, sepulang sekolah, aku dan beberapa teman lainnya bermain ke rumah Melda. Sesampai di sana, Tarra membahas smsku dengan Azhar semalam dan dia berlari mengambil hapeku.
“Kamu tu,Na! SMS aja lagi Azhar! Gengsi aja kamu gedein! usaha dong!” Tarra berbicara agak ketus.
“Enggak, Ra. Aku takut gak dibalas lagi”
“Dasar penakut. SMS sudah sana!”

Ucapan Tarra memacu hormon adrenalin. Aku mengambil hape dan bertanya sama yang lain, apa yang musti aku kirim? Lalu Tarra mengambil hapeku.

“Sini ah! Aku aja! Kamu lama betul,” Tarra menggebu sekali.

“Jangan kekijilan yaaa smsnya!” pesanku.

“Bilang apa? Engg. Gini aja,ya… Hai,azhar,” jari Tarra sambil menari diikuti mulutnya yang terus bergoyang.

“Sembarang aja. Jangan pake emot. Jijik!”
“Iyaaa. Kamu yang jijik pake emot..” Tarra mengingatkan pada sms semalam.

Aku: Hai,azhar

Aku menunggu lagi. Menunggu balasan. Ya, ini adalah kebodohan yang indah. Aku marah-marah ke Tarra karena Azhar gak balas. Teman yang lain menenangkan, kata mereka, pasti dibalas.
Aku lagi sibuk bermain gadget milik Melda, tiba-tiba dari kejauhan, hape mengeluarkan suara yang sedari tadi kutunggu.
Aku berlari dan mendapati Tarra sudah memegang hapeku. Aku teriak supaya Tarra tidak membukanya. Lalu, aku menggenggam hapeku. Lama ku buka smsnya, mengumpuli nyawa dan menyiapkan diri untuk segala kemugikinan. Ini emang lebay. Tapi emang gitu.

Azhar: Y ad ap?

Sesingkat itu. Azhar membalasnya dengan nomor yang satunya, yang aku gak punya.

Aku: Gapapa. Lagi apa?

Itu disuruh teman-teman,karena aku gak tau mau balas apa.
Gak lama, hape berbunyi. Aku udah senang karena Azhar membalasnya cepat. Dan aku harap balasannya juga baik-baik aja.

Azhar: Lagi sibuk

Aku terdiam, berhenti lompat-lompat. Teman-teman juga ikutan diam, bingung aku kenapa. Dan aku memberitahu apa yang Azhar tulis. Semua diam.
“Aku balas atau enggak?” pertanyaan polos putus asa terlontar dari mulutku.
“Balas aja, gapapa,Na,” Tarra meladeniku.
“Iya, balas aja, Na,” Melda menambahkan.
Aku mengikuti saran dari yang lain. Aku membalas.

Aku: Oyauda.maaf ganggu

Azhar udah menyingkatkan semua tanpa dia ketahui. Dan menjelaskan  semua kalo aku emang gak boleh terlalu berharap. Semenjak sms binalnya itu, aku udah gak mau sms duluan. Sapi emang.

Yaudah,Nder. Aku udah terlanjur berharap banyak.






***

SMS binal mengubah banyak hal. Ya, Heina menceritakan semuanya ke teman-teman kelas.

“Lagi apa,Zhar?” Abe teriak pada Heina

“Lagi sibukkkk!!!!” jawab Ojan. Mereka menyindir. Heina tegar…

Lalu, Heina pergi, bercerita pada teman kelasnya Azhar, Dinda. Heina diketawain. Heina mencoba memasang muka biasa aja, tapi Dinda mampu membaca semua.
“Iya,Na. Nanti aku tanyain Azhar,” ucap Dinda menenangkan.
Seketika senyum Heina mengembang, mengucapkan makasih dan kembali ke kelas karena guru Agama sudah datang ke kelasnya.

14 Februari 2010
Selamat malam, Azhar!

Dalam beberapa minggu ini, aku sudah mendapatkan beberapa bagian hidup yang belum kumengerti. Dan karenamu, aku menemukannya. Aku baru sadar ternyata aku seperti ini. Pura-pura tidak berharap padahal tak hentinya mengharap. Mungkin bodoh. Oh, mungkin kamu juga menganggapku bodoh? Haaaa, sadarlah, kau yang mengawali semuanya. Tanyakanlah padaku, mengapa aku begini.
Hah. Sudahlah. Aku tau, kamu gak bakal pernah bertanya, melihat saja tak mau.
                Aku pernah mencoba berhenti mencandu, tak peduli apa yang sedang kau lakukan atau apalah yang menyangkut tentang dirimu. Dan berhasil hanya untuk beberapa hari. Mungkin karena aku rajin minum vegeta setiap malam. Hah.
Mungkin kau tak tau bahwa aku tau. tak penting juga buatmu.
Dan kali ini, aku mengumpulkan beberapa cerita yang sudah diceritakan sama Dinda. Walaupun Dinda sering ngasih harapan palsu, tapi setiap dia menceritakan tentangmu, aku yakin dia tidak bohong. Hhhh.

“Zhar, kamu suka sama siapa?” tanya seorang teman kelasnya Azhar.

“Cewek. Bukan anak kelas sini. Anak kelas seberang,” jawab Azhar.

“Siapa?”

“Pake jilbab. Aih, tapi dia udah punya pacar..”

“Siapaa? Kira? Jihan? Yunita?”
Azhar menjawab hanya dengan menggeleng. Membuat temannya semakin penasaran.

“Jeni?” temannya Azhar mencoba menebak lagi.

“Bukaaaaaaaaaaaan!!” jawab Azhar agak keras. Itu karena Jeni udah diklaim sebagai punyanya Ari. Dan Ari sudah dianggap sahabatnya sendiri juga teman bermain bola.

“Heina, kah, Zhar?”
Azhar menjawab dengan mengangkat kedua bahunya.

Artinya apa? Ih najis! Pasti! Iyakan? Haha. Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi.

Dan hari lainnya..
“Eh, Zhar! Coba kamu tu hargai Heina,” Dinda nyerocos.
*Azhar mengusap mukanya dengan kedua telapak tangannya sambil mengambil napas panjang*

“Hargai kayak mana?”

“Yaa, hargai. Coba kamu sms duluan.”

“Dialah yang sms duluan.”

“Hah. Kamu disms malah bilang ‘Spa ini?’ ‘Lagi Sibuk’. Takutlah dia sms kamu duluan”
Azhar hanya tertawa.

“Kenapa kamu bilang lagi sibuk?”

“Ya emang lagi sibuk.”

“Coba tuh bilang apa gitu, jangan lagi sibuk!”

“Aih. Nanti pulsaku habis.”

“Ih kamu itu. coba kayak kamu smsan sama Lestari tunah!”

“Din, aku tu kayak gitu biar dia sakitnya sekarang aja daripada nanti..”

Oh jadi kamu sering smsan sama Lestari,ya? Hoo, gapapa kok. Iya, aku gapapa. Mungkin emang kalian, bukan aku sama kamu. aku cuma cewek yang kemaren sore yang suka menghambur. Dan mungkin Lestari udah suka sama kamu jauh sebelum aku. Dan mungkin kamu juga suka sama Lestari.

Dan tentang rasa sakit, apa yang kamu tau?
 
Lalu Lestari datang mendekati Azhar dan Dinda. Sambil berjalan, Lestari mencabut sehelai rambutnya Azhar.
“Lho,Zhar. Kok rambutmu cepat sekali kecabut?” tanya Lestari sambil melihat kepala Azhar.
Azhar diam.

“Kamu kenapa, Zhar? Lagi bimbang kah?” tanya Lestari lagi, merasa dikacangain.

“Bimbangin siapa? Heina kah?” tambah Dinda.
Azhar mengulanginya. Dia mengusap mukanya dengan kedua telapak tangannya sambil mengambil napas panjang lalu Azhar mengangguk pelan.

Aku gak tau itu maksudnya apa, yang jelas aku senang mendengarnya. Sekalipun bukan untuk aku.

Cerita lain dari Dinda untuk hari ini, yang katanya hari kasih sayang. Rasa sayang yang hanya disimbolkan dengan sebatang cokelat, setangkai bunga ataupun kue. Hmch. Kalo rasa sayang emang sesimpel itu…duh.

Jadi, hari ini beberapa teman kelas mendapat kado valentine dari pacarnya. Aku dan beberapa teman lain hanya menunggu jatah dari temen yang dapat.
“Heina! Sini!” aku yang lagi berdiri di pintu kelas dikagetkan oleh suara Dinda. Mukanya Dinda terlihat bahagia sekali. aku mengikuti apa yang Dinda minta, aku mendekatinya.

“Apa,Din?”

“Tadi kan aku ngomong sama Azhar.. aku bilang gini ‘Eh, Zhar! Kamu gak valentine-an sama Heina kah?’ trus kamu mau tau dia jawab apa?”
Belum sempat ku jawab, Dinda melanjutkan ceritanya.

“Azhar bilang, ‘Enggak. Valentine-an sama Heina bisa kapan-kapan’ gitu, Na! Cieeee”

Sialan. Ini maksudnya apa lagi? Jangan buat aku tenggelam dalam lautan luka dalam, Zhar. Habis kamu buat seneng kayak gitu, nanti mau kamu apain lagi? Aku tidak pernah benar-benar siap untuk dikecewakan.

Yaudah, Zhar. Semangat kelas 3,ya! Sukses tugas musikalisasi puisi dan UN!






Bersambung…...

1 komentar:

  1. Aku suka Azhar. Bukan suka secara harfiah. Aku suka Heina bersama Azhar. Aku suka kalian berdua untuk bersama. Halah, pokoknya begitulah. Kalian harus bersamaaaaaaa awas kalo Azhar sama Lestari. Abang kucincang.

    BalasHapus