Cari Blog Ini

Sabtu, 16 November 2013

Nyanyian Pagi

Selamat pagi, senja. Apakah kau sudah bersiap untuk senja hari ini? Warna hangat seperti apa yang akan kau persembahkan? Itulah mengapa aku selalu mengagumimu, senja. Warnamu selalu meluruhkan raguku, membuatku tak lupa bersyukur. Katakan saja padaku jika kau mulai lelah. Kau boleh beristirahat selama yang kau mau, di pundakku. Katakan saja padaku jika kau mulai tak sanggup berjalan. Kau boleh memintaku menuntunmu, menggenggam tanganmu lebih erat
Aku harap, aku bisa lagi menemukanmu.

Senin, 21 Oktober 2013

Ribuan Hari

Beberapa pasang mata seakan menggantungkan puluhan pertanyaan untukku. Atau bahkan ratusan. Jangan tanyakan aku. Jangan pernah. Biar saja aku yang merasakannya sendiri. Kalian tak perlu menyicipi. Lihatlah dia, berdiri dengan gagahnya; dengan rambutnya yang sedikit cepak, kaki

Minggu, 18 Agustus 2013

ROAR!!!!

Hai, haloooo
APA KABAR SMANSAAAAAA?!!!!!
Ah.
Aku kangen di-orientasi-in sama kakak-kakak panitia MOS. Udah. Gitu azah.

Kamu kenapa, Din, jadi jarang nge-post di blog?

Aku…. Aku sibuk dunia akherat. Padahal udah dikasih libur lebaran, tapi entah mengapa hatiku trus gelisaaahh *gaya BCL*

Sebenernya aku pengen banget selalu bisa ngeblog kalo lagi ada sesuatu yang emang pantas untuk dibagi. Walaupun kegalauan ini tak pantas kalian terima #trekjing

Sekarang ini aku lagi ngerjain makalah kimia sambil ngeblog. Atau ngeblog sambil ngerjain makalah kimia. Aku tak tahu yang mana yang benar. aku juga lagi ngapalin unsure-unsur kimia. Yaah, kalo bukan besok ada pelajaran kimia, tak akan kusentuh tugas-tugas macam mereka ini. Tapi, bukan berarti aku jadiin mereka ini beban, cuma ya, mereka ini seharusnya……. Bisa mengerjakannya sendiri tanpa bantuan penuh dari aqwww.

Minggu, 21 Juli 2013

Hard to Breathe (empat)

Cerita sebelumnya: Hard To Breathe (tiga)

Heina sedang mencoret-coret papan tulis kelasnya saat Azhar mengambil bola yang masuk ke kelas Heina. Matahari seakan ikut tersenyum bersama dengan menggelindingnya bola yang berlabuh tepat di sebelah kanan Heina.

                “Permisi,ya. Mau ambil bola,” ucap Azhar di depan pintu kepada Jeni yang sedang duduk di meja guru.
               
“Eh iya, masuk aja,” Jeni menjawab diikuti senyuman ciee-Heina-ada-Azhar-lho miliknya.
               
Azhar masuk dan langsung mengambil bola milik sekolah yang dipinjamnya dengan teman-teman kelasnya. Heina menoleh, menyadari Azhar yang berselimut keringat itu sudah berada disampingnya.

                “Haee, Na,” sapa Azhar dengan senyuman sejuta umat miliknya.

                “Hh-haee, Zhar,” jawab Heina gagap, tidak berani menatap mata milik Azhar yang berwarna cokelat kehitaman itu.

                “Duduk dulu, Na.. aku mau ngomong sesuatu,” Azhar yang sudah duduk sambil memegang bola, mengajak Heina duduk di kirinya.

                “Ngg-ngapain?” Heina yang bingung dengan perilaku Azhar, tetap berdiri sambil melihat ke sekeliling.

                “Duduk aja dulu.”

                Heina yang sudah ada di samping Azhar, masih belum berani menatap Azhar.

Crushed

Hai kamu yang selalu memandangku acuh

Apakah kamu pernah memikirkan bagaimana rasanya jadi aku?

Ah iya, tidak pernah

Karena hujan tidak pernah bertanya bagaimana rasanya jadi awan

Seperti ada yang sesuatu yang selalu membuatku terus berharap tentangmu pada Tuhanku

Dan tentang harapan, mungkin sudah lama ada, tetapi tidak untuk menghentikanku mengecek beranda mencari namamu, tidak untuk menghentikanku mengetik yang lagi-lagi tentangmu, tidak untuk

Trekjinggg

Maaf ya aku udah sok cantik karena udah jarang ngpost. Ah. Aku jadi jijik liat blogku yang kosong melompong hampir sebulan. Aku selalu rindu ngblog, kok. Iya, kalo bukan karena ngurusin sibuknya sekolah baru, aku gak bakal tega meninggalkan blogku yang masih unyu ini sendirian menghadapi dunia yang fana ini *drumroll**trekjing*

Banyak sebenarnya yang mau aku bagi disini. Mulai dari saat Tes Psiko, MOS, Pesantren Ramadhan, dan hari pertama jadi anak SMA yang make seragam putih-abu-abu. Haaaaaaaaaaaaaaa. Mungkin semua cerita itu aku simpan dulu, ntah kapan, aku pasti bakal berbagi ke kalian, koggggggggggg *senyum merekah sampe telinga*

Yang paling baru di kehidupan Dini sang pengendara elang jantan ini adalah, Dini masuk kelas X IPA 3 dngan 31 tman-tman yang lainnya. Dini sekelas lagi sama Anas Caem Abies. Hhhhhhhhh sejak klas 7 SMP sama dia terus, jiwaku mulai terancam *kamera zoom in* *zoom out*

Masih banyak sih. Ah aku ini tukang cerita. Pokoknya kalo ada waktu dan dimudahkan oleh Allah untuk berbagi cerita ke kalian, Dini si cwegh thegar ini pasti bakal berbagi cerita sebanyak-banyaknyaaaaaaaaaaaa!!!!!!!  *senyum merekah sampe telinga**lagi*



Sabtu, 29 Juni 2013

Aim Fhaaaain. Tengkyu

Assalamualaikum wahai para hamba yang masih nunggu kepastian!!! Mana suaranyaaaaaaaaa?????
Ah. 

Gimana liburannya? Hee aku menetap di kota mungil ini saja, tidak kemana-mana. Karena internet sudah mampu mengajakku berlibur dengan gratis. Yoi, kan Dini numpang WiFi getoh. Karena Dini yang solehah ini baru lulus SMP dan melanjutkan sekolahnya ke SMA, jadinya Dini sibuk ngurusin seragam, daftar ulang, Psikotes, dan nantinya bakal sibuk ngurusin MOS (baca: Masa Orientasi Siswa). Iya, yang lainnya pada liburan karena udah tenang bakal sekolah dimana keran udah dapet sekolah, nah Dini yang solehah ini menunggu kepastian sampe tanggal 25 Juni, dilanjut dengan urusan-urasan lainnya. Bayaran atas semuanya adalah, Dini diterima di SMA yang Dini perjuangkan keamanannya, kebersihannya dan keahliannya. Eh.

Sudah ya, kalian pasti meng-apasih-in aku karena liburan yang luar biasa itu. Hmph.
Kali ini Dini mau nge-share sebuah tembang dari Lifehouse. Yah, liriknya galaw getooo. Iya, Dini ini anaknya mellow dan suka galaw. Cih.

Selasa, 25 Juni 2013

Super-sekali Day!

Aheeee!!!!!!!!!!!
Alhamdulillah dikasih sama Allah hari-hari yang selalu luar biasa. Kamu gimana?

Hari ini pengumuman kelulusan SMA Negeri 1 Bontang (baca: Smansa). Karena gak dikasihtau pengumumannya jam berapa, datanglah dini yang imut ini ke Smansa jam 8 pagi. Biasanya kalo bangun pagi, musti dibangunin dulu. Dan hari ini, aku bangun pagi seorang diri, mandiri sekali. Ah. Mungkin itu karna ketakutan dan kekhawatiran diriku akan ketidaklulusan. Aku takut kecewa. Aku gak pernah siap buat kecewa. Aku gak tau gimana setelah aku dikecewain terutama sama diri sendiri.

Sesampai di Smansa, aku melihat para orangtua mengeluh karena pengumuman kelulusan akan keluar jam 10. aku? Aku biasa saja. Ah dusta. Aku masih deg-degan. Karena bapak akan pergi kerja, bapak meninggalkanku dengan teman-teman yang lain di lobby.
Satu jam berlalu, seorang guru keluar dan berkata kepada Ibunya Iis “Baru sepuluh orang, Bu, yang dipilih.” Aku, yang gak bisa mikir bener, mengiyakan apa yang guru itu bilang. Lalu, guru itu pergi dengan kendaraannya.
                “Jam 9 lewat baru 10 orang? Jam berapa coba kelarnya kalo ada 224 orang?”  gumamku.
Semakin banyak teman yang berdatangan. Mereka mengajak bercerita, hm, itu juga membantuku melupakan rasa takutku.
Aku sudah memikirkan akan mendaftar di SMA 2 juka ditolak di Smansa. Tapi aku tidak memikirkan bagaimana perasaan orangtua jika aku ditolak. Aku tidak memikirkan raut wajah yang seperti apakah yang akan aku tunjukkan jika aku ditolak. Aku tidak memikirkan bagaimana reaksi teman-teman jika aku ditolak. Ah.

Jumat, 21 Juni 2013

Que Sera Sera



Ini semua karena laptopku yang gak mau nyambung sama Wi-Fi. Aku gak jutek kok. Aku selalu kayak gini; selalu gak bisa diem kalo mau pergi tidur, dan bikin milo sebelum tidur.

Dan untuk judulnya, awalnya aku kasih Mozaik Cengeng. Lalu tersadar, judul postnya Hadi ada Mozaiknya juga. Jadilah Que Sera Sera, yang akupun tidak tau artinya apa ._.

Malam ini aku tidur di rumah tanteku, yang rumahnya hanya dipisahkan oleh rumah nenekku. Ini penting, karena aku bisa internetan sampe pagi dan bisa nonton Spanyol main.
Dan malam ini kayaknya gak berpihak sama sekali kepadaku yang selalu lapar ini. Malam ini aku nangis bombay yang seharusnya aku pergi tidur. Dasar cengeng.
                Mungkin kalian yang membaca akan beranggapan seperti itu setelah membaca kata mujarab ‘nangis’. Iya, gatau kenapa, ini menurut pengalamanku sendiri. Orang yang nangis itu adalah orang yang cengeng. Menagisi yang sudah ditakdirkan untuk dia. Menangisi diri sendiri, dan ditertawai oleh semesta. Bodohnya, aku termasuk orang yang cengeng itu.

Cengeng pertama dikarenakan oleh Tahiti yang dibobol gol sampe 10, dan Tahiti tidak membalas satu gol pun. Tidak, aku bukan fansnya Tahiti. Walaupun aku pendukung setia La Furia Roja dengan sepenuh hati, tapi Tahiti membuatku terenyu akan segala permainannya. Gak ngerti ya? Huft.

Awalnya emang nganggep Tahiti ini ecek-ecek (baca: apa banget, nggak sepadan, amatir buat jadi lawan). Eh bukannya gimana, tapi tau dari statistik. Aku nggak maksud ngejelekin kok. Aku tetep cinta sepakbola, bukan cuma Spanyol, Barca, dan Arsenal aja.

Dan pas main, anggapan tentang ‘ecek-ecek’ itu nggak pernah lepas dari pikiran. Halftime lewat, skornya udah jauh. Aku tertawa puas karena Spanyol udah banyak ngegolin karena lagi, tentang ‘ecek-ecek’ itu. Aku juga tertawa karena permainan Tahiti yang duh-apa-banget-sih.

Dan saat Spanyol dapat penalty karena kesalahan pemain yang handball, aku mulai terenyu. Torres yang sudah menyumbangkan 3 gol itu, menjadi algojo. Dang! Aku, yang sudah yakin Torres bisa mencetak gol keempatnya, kecewa dan teriak juga di depan tivi. Ya, bolanya menabrak mistar gawang. Torres dan teman-teman lainnya biasa aja. Aku kira, ini karena mereka udah ngegolin banyak, jadinya not a big problem. Aku salah. Bodoh.

Apa yang dilakukan kipper Tahiti yang ternyata skor tidak jadi 9-0? Roche, kipper Tahiti langsung menghadap ke penonton dan mengepalkan tangannya ke udara dengan raut wajah yang saaaaaaaangat bahagia. Awalnya aku bingung, “ini kok udah kalah telak masih bahagia banget?” kecil sekali pemikiranku ini.


Sabtu, 18 Mei 2013


Hai. Kamu apa kabar? Sudah lama ku pendam pertanyaan itu untukmu. Walau sederhana, tapi tak pernah sesederhana itu untuk kutanyakan.

Senja masih seperti dulu, walau tanpa percakapan yang selalu aku tunggu di telepon: jingga.
Dengan gradasi warna merah, oren, jingga,  kuning, lalu dia memutih. Mungkin sama halnya seperti rasamu kepadaku: lama-lama memudar. Sesederhana itu, kan?

Sebenarnya aku juga bisa menghilangkan perasaan ini ke kamu. Walau kamu nggak pernah tau, sebesar apa. Karena aku punya cara sendiri untuk menyayangimu. Walau kamu pun tidak akan mengerti.

Aku masih saja menunggu pesanmu. Entah itu saat bangun atau akan tidur.
Aku masih saja menunggu telponmu, yang selalu membangunkanku bahkan menyuruhku untuk tidur.
Aku masih saja menunggu sapaan rindumu yang mampu meredam beberapa rindu milikku.
Aku masih saja menunggu tepukan yang mendarat di pundakku darimu, yang meyakinkanku bahwa aku tidak pernah sendiri.
Aku masih saja menunggu senyuman yang melukiskan dunia dihiasi dengan gigi berderet kurang rapi milikmu.
Aku masih saja menunggu ajakan bersepeda bersama.
Aku masih saja menunggu pergi ke toko buku bersama.
Aku masih saja menunggu ajakan mendengarkan radio bersama.
Aku masih saja menunggu tawaran jajan bersama. Darimu. Tentu saja semua yang kunanti adalah kamu.
Maaf. Aku masih saja terus-terusan menunggu. Karena sesungguhnya, menghapus kebiasaan itu yang sulit.



Eh. ini bukan untuk siapa-siapa atau apa-apa

Selasa, 14 Mei 2013

Ilusi Angsa Ajaib dan Telur Emas


Senja yang diselimuti awan hitam menemani Laras menerawang luas.
Laras dalam rengkuhan imajinasinya; bagaimana jika biji kacang ajaib benar-benar ada?

Mungkin ini adalah efek dari film Puss in Boots, film yang mengajarkan Laras arti persahabatan. Sebenarnya Laras gemes, kenapa Puss masih aja mau sahabatan sama Si Telur itu. huft.
Bagaimana jika Laras mendapatkan Angsa Ajaib yang bisa mengeluarkan emas? Apa yang Laras akan lakukan dengan emas-emas itu? Hm, mungkin Laras akan memutuskan untuk membantu biaya undangan perpisahan sekolahnya terlebih dahulu, lalu terbang berlibur ke Belitong, tempat dimana penulis favoritnya lahir, Andrea Hirata.

Bagaimana tidak, Andrea Hirata adalah seorang penulis yang penuh ilmu. Buku-bukunya tidak hanya menceritakan bagaimana kisah hidupnya, tetapi juga mengenalkan pembaca pada dunia yang bahkan belum pernah dilihat bahkan belum diketahui awam. Laras suka sekali novel-novel yang mampu membawanya keliling dunia.

Lalu, apa yang akan kamu lakukan jika memiliki Angsa Ajaib itu? Letaknya jauh di angkasa, dan cara mencapainya adalah dengan menanam 3 biji kacang ajaib di suatu tempat tertentu, dan biji kacang ajaib itu akan tumbuh menjadi tanaman yang mampu menembus awan-awan dan langit dan akhirnya membawamu ke istana, dimana dulu adalah tempat tinggal sepasang raksasa yang sudah lama mati meninggalkan induk angsa dan anaknya yang dapat menghasilkan telur emas.
Apa yang akan kalian lakukan?

Tak banyak yang kuminta jika telur emas itu mampu membuatmu mampu berlompat-lompat bahagia saat mendapatkan smsku. Karena kamu gak pernah lompat-lompat kalo dapat sms dari aku. Dan telur emas dari seekor Angsa Ajaib, mungkin tidak akan pernah ada. Kamu tidak akan pernah, karena aku juga tidak akan pernah lagi sms kamu. Ya, mungkin aku akan merindukan saat-saat menyeramkan sebelum aku send smsku, rasa takut yang bermunculan jika nantinya kamu tidak membalas smsku, rasa malu dan rasa dimana rasanya aku tidak akan sms kamu lagi saat kamu tidak membalas smsku. Iya, bego emang. Dibegoin sama perasaan sendiri. Terlalu nyaman pada satu titik, terlalu nyaman pada titik aman, terlalu menikmati kebegoan diri sendiri. Ah, tapi kan rasa ini dari Tuhan. Ini berkah, bukan pembodohan. Nikmati, dan bersyukurlah setiap hari!!!!!



Kamis, 09 Mei 2013

Putarlah Sesukamu

Sebenarnya aku sudah berdoa setiap hari supaya aku menjadi orang yang jauh dari sifat buruk hati.
Aku juga selalu berusaha agar tidak terperangkap, sekali-kali saat aku menyadari akan muncul sifat buruk hatiku atau bahkan sifat itu sudah mengapung di permukaan, aku mencoba menghirup udara sekitar dan mengeluarkannya lebih banyak. Apa salah?


Ya. Aku sudah solat subuh tadi Saat sifat itu luluh berjatuhan kala aku ruku, aku percaya Tuhan itu Maha Adil pun juga Maha Cinta. Tapi entah mengapa, sifat itu terus bermunculan mendesak dengan egoisnya. Bagaimana caranya?

Mungkin aku harus membaginya untuk mengusirnya perlahan. Bukan, aku bukan ingin membagi sifat burukku, aku hanya ingin membagi cerita yang mengundang sifat burukku itu.


Aku tidak menceritakannya secara nyata, tapi ini nyata. Dan kau akan sadari, ternyata ada orang sepertiku yang diciptakan Tuhan dengan keagunganNya, tetapi penuh dengan pelukan setan.

Jadi, ini sederhana. Banyak pencetus-pencetus ide pernah merasakannya. Hm, atau mungkin semuanya.
Aku merasa diriku disini adalah seorang pencetus ide. Egois? Bodoh? Apa salahnya? Lalu, sebutan apakah untuk orang yang mendapatkan ide? Ide itu mahal, lho. Coba aja dulu Steve Jobs ngasih ide-ide luar biasanya itu ke orang lain?

Kalau seorang guru memberikan 'Smart Solutions' ke murid-muridnya, lalu murid-muridnya menerapkannya, itu bukanlah sebuah 'pengambilan ide'. Huh. Dengan arti, 'pengambilan ide' disini adalah tidak menghargai pencetus ide itu sendiri. Masih belum ngerti? Guru tersebut akan bahagiaaaaaaa sekali ketika mengetahui bahwa murid-muridnya menerapkan idenya.

Nah, dalam konteks lain, masalah yang berbeda. Bolehkah aku bertanya? Jika tidak, pulanglah saja kau pada ibumu atau ayahmu.
Bagaimana jika, idemu diambil oleh orang lain? Bagaimana perasaanmu saat batik dan segala kebudayaan Indonesia diklaim oleh bangsa lain?

Suatu hari, ada anak bernama Inem. Singkatnya, dia mengungkapkan apa yang telah lama ada di pikirannya. Iya, itu sudah lama dia pikirkan. Dan pada saat Inem sedang membaca RPULnya, dia ditanya apa ide yang dia punya untuk sebuah acara. Inem senang sekali. Sangat senang. Menggantungkan ide-ide itu juga baban, lho. Memikirkan bagaimana cara untuk mencapainya. Dan lepas-terwujudnya harapan Inem itulah yang membuat harinya tenang.... untuk beberapa hari kedepan.

Inem adalah gadis yang berusaha agar tidak meniru atau mengambil ide orang lain. Dia terinspirasi, banyak kali, bukan berarti dia seorang plagiat. Tidak.
Inem juga menghargai ide/jawaban dari teman-temannya dengan menyebutkan nama temannya tersebut. Selalu.

"Eh, katanya Parjo, perpisahan nanti bagusan pake tema jaman 70-an. Menurutku sih bagus, soalnya sekarang juga banyak benda-benda yang di re-make atas dasar benda-benda 70-an juga."

Apa balasannya atas ide yang diungkapkan Inem? Ide Inem diambil begitu saja tanpa rasa peduli akan rasa sedih yang akan memeluk Inem nantinya. Sedih. Mungkin ini adalah balasannya atas perbuatan buruk Inem yang telah lalu. Karma still goes on, Nem..

Dan jika kau menjadi Parjo? Apa yang kau rasakan? Merasa dihargai atas idemu,kan? Dan dihargai itu....It's enough.

Jadi, walaupun ceritanya Inem nggak kelar, intinya adalah coba menghargai hal-hal kecil yang dilakukan orang lain, tetapi sebelum menghargai oranglain, hargailah dirimu sendiri atas apa yang sudah kau lakukan. Simple. Intinya bersyukur.

Dan ide saya juga ingiiiiiin sekali dihargai. Sulitkah? Bukan, aku bukan gila hormat, gelar ataupun jabatan. Agamaku sangat melarang perbuatan seperti itu. Toh, saat kembali padaNya kita hanyalah Almarhum/ah. Gitu. Jadi, hilangkanlah pikiranmu jika menganggapku sebagai seorang yang gila hormat. Hm. Aku hanya ingin dihargai atas apa yang aku punya walaupun hanya titipan Tuhan.



Buat kamu, seseorang diujung kota, 
terimakasih telah mengajarkanku tentang rasa sakit atas keburukan hati yang aku punya
dan cara bagaimana lebih menghargai hidup ini.
Bagaimana rasa sesungguhnya dihargai untuk dipertanyakan ide
dan rasa tidak dihargai atas ide yang kuungkapkan.
Terimakasih. Ini, terimalah beberapa kaset bekas untukmu. Putarlah sesukamu.

Selasa, 07 Mei 2013

Cerita Menyedihkan Bersayap Merah Jambu


Pekerjaan yang selesai lebih cepat dari biasanya, membuat Milan diizinkan pulang lebih cepat. Milan memilih cepat-cepat pulang dan berbaring di kasur kesayangannya itu.
Milan sedang berdiri di antara orang-orang setengah baya yang duduk berjejer di halte saat hujan menghampiri semua orang seraya mengucapkan “Heyy!! Berhenti di tempat! Aku akan menemanimu hingga awan mampu menghentikan kesedihannya!”
Mata Milan berkeliaran melihat orang-orang yang sibuk mencari tempat berteduh sambil mengira-ngira kapankah hujan sendu ini akan berhenti. Mata Milan berhenti pada objek yang hitam dan panjang. Milan pun tak tahu, dimana objek besar itu berujung. Sama seperti cintaku padamu, Ibu, tak berujung.
“Kasihan,ya,dia. Tiap hari dilindas oleh ribuan roda-roda besar yang warnanya juga sama seperti dirinya. Tapi mengapa warnanya semakin hari, semakin memudar? Bukankan objek yang melindasnya memiliki warna yang sama dengannya? Hmmm, mungkin karena cuaca yang merubahnya. Oh iya, pasir dan polusi juga bisa dicurugai. Sudahlah, walalupun warnanya tak sama lagi, tetapi dia masih bisa menampung beban berat setiap harinya tanpa mengeluh. Bisakah kau bayangkan, bagaimana jika dia bisa berbicara? Layaknya manusia? Pasti dia akan mengeluh tiada henti. Atau dia hanya akan diam, tertidur untuk waktu yang lama hanya untuk bermimpi dalam setiap detik kehidupan nyata, atau bahkan selamanya. Atau dia akan tersenyum setiap harinya diatas kesesakan yang menemaninya. Ah sudahlah, bersyukurlah karena dia diciptakan untuk tidak berbicara. Kenapa bisnya gak dating-dateng?!!”
Bis yang Milan nanti-nanti kedatangannya telah menunjukkan jendela kacanya yang sedang menyinyir Milan, “emang enak nunggu lama?!!! Dingin pula!” Milan tidak peduli dengan perkataan bis yang tidak pengertian itu, dia berlari beberapa langkah untuk mencapai tangga bis. Dengan memegang lengan bajunya, sedikir meremas, Milan fikir akan sedikit membantu mengurangi dingin sore ini. Mata Milan menelusuri bangku bis yang ingin menyapanya dengan suka-cita.
Ternyata, bis ini memang tercipta bukan untuk Milan. Tak ada lagi bangku yang tersinya untuk badan mungil milik wanita 26 tahun itu. walaupun jilbab sedikit membantu menutup kepalanya dari guyuran hujan, Milan tetaplah wanita yang jika kepalanya sudah dijatuhi oleh air hujan, akan merasa pening, bahkan bisa dua hari pening itu akan menemaninya. Itu adalah salah satu dari rentetan kebencian Milan kepada hujan.
Tangan Milan tak sampai untuk memegang pegangan di langit-langit bis, menyedihkan sekali hari Milan. “Mbak, ini duduk sini aja, biar saya berdiri,” kalimat yang sedaritadi Milan tunggu, akhirnya sampai di telinganya dengan mulus.
Saat Milan menoleh ke belakang, tepat pada arah datangnya suara lelaki tadi dengan penawarannya yang sedang menyunggingkan senyuman menawan juga kepada….. WAIT! WHAT?!!! HAAAAAAAAAAAAA!!!!
Bunga seroja yang tadinya akan datang entah darimana berjatuhan di sekeliling Milan, ternyata menolak, memutar haluan, dan memilih tidur di pelupuk mata Sang Pelangi.
Lelaki yang seperti itu hanya ada satu di bis itu, meluncurkan penawarannya kepada wanita yang posisinya tepat di belakang Milan, tepat juga di sebelah kiri lelaki pemilik senyuman lebar dan seharusnya menghangatkan itu.
Hujan belum benar-benar berhenti. Bis berhenti di halte dekat kosan Milan dihiasi dengan mendadaknya sang supir menginjak rem, menyebabkan badan Milan terdorong ke depan, menubruk punggung tegap seorang lelaki yang tingginya tiga hampir empat jengkal diatasnya, dan beberapa detik setelahnya, badan Milan tertarik mundur, tetapi belum kembali di tempatnya semula. Milan buru-buru turun dari bis tanpa mempedulikan lelaki yang dia seruduk dari belakang tadi.
Milan berlari menuju gang kosannya secepat yang ia bisa. Saat sampai di depan pintu, Milan merogoh tasnya, mencari kunci dengan gantungan bola pingpong oren sungguhan. “He? Aku taruh mana,ya?” pertanyaan yang dilontarkan kepada dirinya sendiri itu berakhir menggantung di udara. Milan mencari di kotak makan siangnya. Alih-alih mendapatkan kunci kosannya, Milan malah merasa lapar. Kedinginan dan kelaparan dan nggak bisa masuk kos dan pening luar biasa dan jomblo…
Milan berlari ke rumah Ibu kos untuk meminta kunci cadangan. Sebelum Ibu kos menyerahkan benda berharga itu, Milan kembali dihujani dengan pertanyaan dan omelan Ibu kos. “hih. Harusnya Ibu kos ngertiin aku. Aku lemah dan tertatih,Bu,” curahan hati Milan yang diam diangan-angan. “Hm. Mungkin aku harus ngertiin Ibu kos dulu biar aku dingertiin juga. Gitukan? Mengerti kalo mau dimengerti. Huft.”
Milan kembali berlari menuju kosnya yang besarnya tidak seberapa. Dengan wajah lelah, Milan mengambil Pop Mie untuk mengurangi rada lapar juga dingin yang menggeluyutinya. Tanpa membuang wadahnya, Milan langsung merebahkan tubuhnya di kasur yang bercover Marsupilaminya. Walaupun hanya 45 menit sebelum maghrib tiba, Milan menyempatkan mengistirahatkan jiwa dan raganya sambil memutar timer mesin cuci yang terletak di dapur.
Setelah Milan selesai mencuci pakaiannya, Milan memilih berlabuh di café depan gangnya. Milan menggembok sepedanya. Walaupun di daerah itu tidak terlalu ramai dan tidak pernah ada berita pencurian, tetapi Milan tetapi antisipasi. Sepeda itu adalah pemberian Ibu Milan saat ulangtahunnya pada bulan November, 4 tahun lalu, tepat 7 bulan setelahnya, Ibunya Milan meninggal karena ditabrak motor besar saat perjalanan pulang dari pasar hanya dengan mengendarai sepeda. Ibu Milan sangat suka dengan sepeda. Ibu Milan memiliki 4 sepeda di garasi rumah yang disimpan di dekat mobil. Masing-masing sepeda memiliki tugas tersendiri. Seperti yang dipakai oleh Ibunya saat ke pasar, adalah sepeda dengan keranjang yang letaknya di depan dan di belakang. Dan hampir semua sepeda sudah di modofikasi sedemikian rupa tetapi tetap dengan penampilan sederhana. Itulah mengapa Milan juga suka berpergian mengendarai sepedanya dan memilih motornya tetap di halaman kosnya.
Bau kopi yang menyeruak berlomba masuk ke hidung Milan. Sebenarnya café ini memiliki menu yang tak hanya kopi, tetapi kebanyakan pengunjung yang datang adalah coffeholic. Dan Milan memiliki selera biasa saja dengan kopi, Milan menyukai aromanya yang sudah mampu membelakkan matanya. Milan berjalan menebarkan pandangannya ke seisi café. Walaupun Milan sudah sering datang, tetapi suasana dan tatanan hiasan selalu mampu menarik perhatiannya.
Milan menetapkan duduk dekat jendela, pojok ruangan yang agak redup. Ditemani dua gelas milo hangat, Milan memainkan gadgednya. Alasan selain Milan suka milo disini adalah free Wi-Fi yang memanjakan seluruh pengunjung. Saat Milan sedang asik mendownload lagu-lagu baru The Script, tiba-tiba suara lelaki membuyarkan keasikannya.
“Boleh saya duduk disini?” tanya lelaki asing itu.
“Eh? I-iya, silahkan, Mas,” jawab Milan dengan perasaan terkejutnya yang masih tersisa. Milan menatap lelaki itu bingung. Milan merasa pernah melihat lelaki ini. Tapi dimana?
“Enggg, Mas, kita udah pernah ketemu, belum? Kok muka masnya ngingetin sama orang entah lupa dimana,” celetuk Milan penasaran.
“Ahaha. Saya yang tadi sore di bis yang mbak seruduk dari belakang itu,” jelas lelaki itu dengan senyuman lebarnya. Tak kalah lebar dengan senyuman lelaki di bis yang menawarkan tempat duduk kepada wanita yang lebih menarik darinya. Iyalah, wanita itukan memakai celana yang panjangnya jauh diatas lutut dan badannya dibalut baju you-can-see. Yah, wajar juga sih ditawarin, pasti wanita itu juga kedinginan. Sangat.
“Oalaaaah. Maaf ya, mas, tadi itu gak sengaja, gak sempet minta maaf juga karena udah merasa sial dan malu banget hari ini.”
“Iya, gapapa. Santai aja. Oh iya, aku Uka,” lelaki itu memperkenalkan dirinya sembari menjulurkan tangannya.
“ Uka-uka? Ahahaha. Aku Milan,” canda Milan menghangatkan suasana yang agak canggung itu.
“Uka doang. Yang kasih nama kamu pasti suka klub bola AC Milan atau Inter Milan atau apalah yang ada Milannya, yakan?”
“Namanya gak semengerikan orangnya, kok. Ahaha. Ayahku yang kasih nama karena ibuku seorang Milanisti, Ka. Terus nama kamu darimana asalnya?”
“Iya, dooong. Tuhkan. Sebenarnya namaku itu Dika, tapi kata Mama waktu aku kecil kata pertama yang aku ucapkan adalah ‘uka’, jadilah nama orang-orang manggil aku Uka,” jelas Uka dengan senyuman yang tak pernah hilang disana, di wajahnya.
“Oooh, Dika yang tertunda. Kamu sering datang ke sini?”
“Tiap hari malah. Kamu pasti datangnya setiap malam Sabtu,kan?”
“Ngapain tiap hari kesini? Kerja disini kamunya? Hiii kok tau? horor. Kosan aku deket dari sini, milo disini juga enak.”
“Ayahku sama aku yang punya mengelola café ini, Lan. Makanya aku ada tiap hari. Dan pelanggan yang selalu datang sendirian yang selalu milih tempat pojokan redup kayak gini,ya cuma kamu, Lan. Kosan kamu masuk gang situ,ya?”
“Oalah. Jadi kalo aku kesini bisa gratis, dong, ya? Kesini kan lebih enak sendiri. Tempatnya rekomen banget buat merenung gitu.Iya, gang situ,” tangan Milan terjulur menunjukkan gang masuk kosnya yang berada di seberang café.
“Kalo tiap kesini kamu mau ngobrol sama aku, kamu boleh gak bayar, deh,ahahaha. Emang kamu ngerenungin apa aja?”
“Beneran, Ka? Ini pasti hanya ilusi belaka. Banyak, Ka. Kadang kalo gini jadi kangen sama Ibu, bayangin ibu lagi ngapain disana…”
“Beneran, Lan. Yaa tinggal telpon aja kalo kangen, Lan.”
“Iya kalo bisa sesimple itu, bisa nelpon atau bahkan videocall. Kalo bisa, Ka.”
“Emang kenapa?” pertanyaan Uka dibanrengi dengan meluncurnya air dari langit yang daritadi sore lagi galau.
“Ibu aku udah nggak ada, Ka. Kangeeen banget sama milo buatan Ibu. Setiap aku bikin milo, rasanya pasti nggak pernah pas. Makanya aku suka kesini. Milo disini rasanya gak beda jauh sama buatan ibu. Mungkin bodoh,Ka, sebenarnya kan milo itu tinggal seduh aja, dimana-mana kan gitu. Tapi gak tau kenapa buatan Ibu itu selalu terasa luar biasa, Ka,” ungkap Milan dengan matanya yang sedang berusaha keras agar ait matanya tidak jatuh di pipinya.
“Maaf, ya, Lan, turut berduka. Berdoa terus buat Ibu kamu,Lan, ngebantu ngurangin rasa rindu,kok. Iya,buatan Ibu emang selalu terasa beda. Aku juga rindu oseng tahu buatan mamaku.”
“Gapapa, Ka, udah lama juga, kok. Iya, Ka, selalu. Dan rasa rindu itu terasa semakin menumpuk. Tapi mama kamu masih ada, kan? Kamu masih bisa memintanya, Ka.”
“Iya, Lan, masih ada. Iya, masih bisa minta juga, tapi aku nggak bakal diladenin apa lagi dibuatin, Lan. Ibu aku gila karena jatuh dari tangga, Alhamdulillah nggak meninggal, tapi ada gangguan saraf dan udah hampir 3 tahun di RSJ, Lan,” cerita Uka yang maish bisa tersenyum. Milan tahu, Uka menyembunyikan segala rasa rindunya yang semakin sesak.
“Maaf, ya, Ka. Kamu masih sering datangin mama kamu, kan?”
“Iya, Lan, gapapa. Café ini kami dedikasikan buat mama. Karena mama suka banget pergi ke café. Iya, seminggu sekali aku kesana. Hari Minggu aku mau kesana. Mau ikut? Eh iya, itupun kalo kamu nggak sibuk.”
“Hoo, gitu. Ayah kamu sayang banget, ya, sama Mama kamu.. Ayah aku nggak sayang sama Ibu aku. Dua tahun setelah Ibu meninggal, Ayah aku nikah lagi. Menyedihkan,kan? Hmm, Minggu,ya? Nanti aku kabarin deh kalo nggak ada tugas kantor.”
“Gaboleh ngomong gitu. Ayah kamu juga pasti sayang sama Ibu kamu, Lan. Mungkin Ayah kamu butuh penyemangat. Lagi pula siapa yang ngurus Ayahmu kalau kamu aja jauh dari Ayahmu?”
“Ayah kamu aja masih semangat tanpa Mama kamu. harusnya Ayahku bisa setegar seperti Ayahmu, sesetia Ayahmu, Ka. Menyedihkan.”
“Setiap Ayah punya caranya sendiri-sendiri untuk sayang dan setia terhadap anak dan istrinya, Lan.”
“Hmm. yaudah deh. Cukup ngomongin yang sedih-sedih. Udah jam 11, Ka. Hujannya juga udah berhenti. Aku mau pulang,” ucap Milan sambil memasukkan gadgednya ke dalam sakunya.
“Oh iya, udah malam banget ternyata. Nih, Lan kartu nama aku, disitu ada nomer hapeku, konfirmasi ya kalo kamunya bisa ikut menjenguk Mamaku,” Uka memberikan selembar kertas putih berbentuk persegi panjang.
“Oh iya, okesip. Aku pulang dulu, ya, Lan. Makasih udah mau dengerin curhatan dan beberapa penyataan atau pertanyaan konyol,” Milan mengembangkan senyumnya sambil berdiri dari tempat duduknya.
“Iya, anytime, Lan. Makasih juga udah dengerin curhatanku. Cuma kamu lho orang asing yang cepet banget aku akrabnya,” senyuman itu, kembali terlukis di wajah lelaki itu.
“Kembali kasih, Uka-uka! Ahaha iya sama, sebenernya aku nggak terlalu suka ngobrol banyak sama orang asing.”
“Tapi aku bukan orang asing lagi, kan?” tanya Uka sambil berjalan di sebelah kanan Milan menuju parkiran sepeda.
“Traktir milo dulu, baru deh bukan orang asing! Hahahaha,” canda Milan yang sudah duduk di sepedanya.
“Minggu, deh! Yaa kalo kamu gak sibuk…”
“Untuk milo selalu ada waktu!! Yaudah, Ka, aku pulang, ya?”
“Ahahaha. Iya. Daritadi kita ngomong terus. Hati-hati,ya!! Daaaaaah.”
“Okesip. Daaaaaaahh,” Milan melambaikan tangan kanannya.

Saat Milan sampai di seberang jalan dan memasuki gapura gangnya, tiba-tiba Uka berteriak dan berlari mengejar Milan untuk mengembalikan kunci kosan milik Milan yang terjatuh di bis saat dia tak sengaja menyeruduk Uka. Uka baru sadar saat sudah sampai di rumahnya saat dia membuka sepatunya, dia menemukan kunci dengan gantungan bola pingpong oren. Sepatu yang dibelikan Ayahnya beberapa hari lalu memang kebesaran untuk kaki Uka. Dan yang Uka pikirkan saat menemukan kunci itu di sepatunya adalah wanita di bis kota tadi yang tak sengaja menabraknya dari belakang. Uka tahu karena saat dia masuk bis, dia melihat wanita itu berdiri memegang kunci itu dan tidak memegang pegangan di langit-langit bis karena dia tak sanggup menggapainya.
 Tak sampai seberang, karena Uka terburu-buru, Uka tak sempat melihat keadaan sekeliling sebelum menyeberang. Bruukkkk. Badan Uka terlempar beberapa meter dari tempat dia tertabrak. Mobil Jeep yang bertubuh besar dengan plat Yogyakarta itu langsung melarikan diri.
Milan mambanting ke kanan sepedanya, tak peduli akan merusak bagian apa saja. Dia berlari ke tempat Uka terbaring lemah dengan kepala terbentur pembatas jalan yang sudah berlumuran darah. Semua karyawan dan orang-orang yang ada disekitar tempat kejadian berbondong-bondong melihat keadaan Uka.
Uka dibawa ke rumah sakit dengan mobil Ayahnya. Ayahnya tak kuat melihat keadaan Uka dan memilih menetap di café bersama 4 karyawan yang tersisa.



We are young, we are free
Stay up late, we don’t sleep
Got our friends, got the night, We’ll be alright

Alarm yang cukup keras yang mendendangkan lagu We’ll Be Alright dari Travie McCoy membangunkan tidur panjang Milan yang kelelahan satelah mencuci pakaian yang menumpuk selama 5 hari itu.
“Haaaaa. Cuma mimpi!!!”

Milan bersiap berangkat kerja tepat pukul 7.30. Milan berjalan ke halte melewati café depan gangnya. Dan tak disangka, Milan menemukan sosok ‘Uka’ di dalam café tersebut. “Entah ini benar apa salah, nanti malam aku akan mendatangimu untuk meminta kunciku!!”




Senin, 29 April 2013

JKT48 - Boku No Sakura (Bunga Sakuraku)

Haeeeee,kamu *emotsemut* UNnya udah kelar, Alhamdulillah. Degdeg-annya masih kok. Semoga teman-teman juga Dini lulus dengan nilai memuaskan dan masuk SMA yang dimau. Aamiin. 
Nah kali ini cuma mau membagi lagunya JKT48. Dini sih nggak ngefens,cuma suka aja sama lagu-lagunya. Liriknya emang kadang gak jelas tapi entah kenapa bisa suka. Personilnya yang aku kenal juga cuma Nabilah. Hmph.Yahudahh. Daripada banyak omong gak jelas, nih aku bagi lirik sama link buat donglot

Memperbaiki garis putih di lapangan sekolahDi bawah matahari aku berlari, hari-hari masa mudaJalan milik kamu terbentang lurus dan terus memanjangAngin yang sesaat bersama dengan debu, memori jauh di sana
Tidak ingin kalah dari siapapunDengan siapakah diriku telah saling bersaing
Sampai tujuan yang aku inginTerus jalan walau tak akan sampaiDi tengah mimpi air mata mengalirKu hapus dengan tangan ini
Kakak kelas yang berlari di depanMenghantar bayangan yang panjangBunga sakura gugur dan meninggalkan rantingTahun depan bersemi lagi
Saat teriakan klub sepakbola telah berhentiAku memandang matahari senja yang terbenam, kesepian musim panasPikiran yang bimbang di persimpangan mimpi yang berhentiPada saat itu dirimu menepuk pundakku dan pergi melewatiku
Sesuatu yang telah diajarkan punggungBahwa semua orang berlari dengan tempo yang berbeda
Pada tujuan yang aku inginLangit biru menunggu dirikuMana yang lebih dulu memutuskan pitaBagaimanapun juga boleh
Musim upacara kelulusanDi dalam dada pun angin bertiupBunga sakura hari ini tercerai beraiDi tempat memikirkanmu
Sampai tujuan yang aku inginTerus jalan walau tak akan sampaiDi tengah mimpi air mata mengalirKu hapus dengan tangan ini
Kakak kelas yang berlari di depanMenghantar bayangan yang panjangBunga sakura yang tertinggalPasti suatu hari kan berkelana dari ranting

Liriknya kamu banget? Nih donglot disini

Sabtu, 06 April 2013

Hard to Breathe (tiga)

Cerita sebelumnya: Hard To Breathe, Hard To Breathe (dua)


Jum’at minggu kedua. Itu berarti sekolah Heina akan mengadakan senam bersama. Ya, sekolah Heina memiliki kegiatan yang berbeda-beda setiap Jum’atnya. Kelas 3 tersisa satu kelas. Tiga kelas lainnya sedang solat Dhuha bersama. kelas Heina sudah melakukannya Jum’at minggu lalu, jadi hanya kelasnya sajalah yang ikut senam bersama adik kelas lainnya.
“Nonton film,yok!” ajak Syahdan sesampainya di kelas. Senam cukup membuat letih.
“Film apa?” suara yang gak asing lagi, Tarra.
“Silent Hill 2”
Semua mulai mengambil posisi masing-masing. Banyak yang bergerombolan karena film ini termasuk menyeramkan. Heina sendiri mengambil posisi paling depan dekat layar ditemani Jeni dan Tarra. Sebenarnya Heina malas kalau nonton dekat Tarra. Alasannya karena Tarra banyak nanya saat film berlangsung. Tapi Heina selalu merasa tidak sendiri jika ada suara Tarra yang menggerogoti telinganya perlahan.
Dua puluh menit berlalu. Heina mulai tidak fokus nonton. Sebenarnya Heina ingin sekali keluar meilihat Azhar bermain bola atau hanya sekedar melihatnya keluar kelas.
“Ayok main voli!” ajak Heina kepada teman yang lain.
                “Ayok! Aku juga bosan nah nontonnya,” Tarra curhat.

Kelas Heina hanya memiliki dua orang yang mengikuti ekskul voli, Heina dan Tarra. Kebanyakan mengikuti ekskul basket. Dan tim basket sekolah juga banyak didominasi oleh kelasnya Heina, tak sedikit pula teman kelasnya yang masuk tim seleksi basket sekota Bontang. Dan mereka juga bisa bermain voli, walau kadang bolanya tidak terarah, tapi mereka bermain hanya untuk bersenang-senang. Ada juga yang bermain voli ingin menghilangkan rasa galau dan menyemesh bola sekuat-kuatnya.

Tidak ada pelajaran untuk kelas 3 setiap hari Jum’at semenjak semester 2. Itu berarti, bisa bermain voli sampai pulang sekolah. Azhar sudah bermain bola sejak selesai senam, Azhar letih dan duduk dekat lapangan voli bersama temannya yang lain.
                “Artha, Reno! Ayo main! Ini pemainnya kurang!” teriak Ojan kepada segerombolan pemain bola yang lagi istirahat.
                Artha dan Reno tidak beranjak dari tempatnya. Lalu Ojan mengajak Azhar. Azhar berdiri diikuti Reno. Reno satu tim dengan Ojan, sedangkan Azhar masuk di tim Heina. Seharusnya Heina satu tim bersama Ojan dan teman kelas Heina yang lain, tetapi Ojan menolak dan menyuruh Heina satu tim dengan Azhar.


Rabu, 03 April 2013

Salam Satu Jiwa


Dan tentangmu. Aku juga nggak tau kenapa masih tentang kamu.
Aku juga gak mau kamu tau aku masih terus menulis tentang kamu. ah. Dusta. Aku selalu berharap kamu membacanya… walaupun hanya ilusi belaka.

Kalau semua tulisanku mengganggumu, biarkan aku terus menulis. Mungkin hanya dengan cara itu aku bisa mengalihkan perhatianmu. Sepertinya aku adalah tukang cari perhatian. Tapi, tetep aja kamu nggak baca. Dan (mungkin) kamu nggak terganggu. Kalo merasa terganggu, berarti kamu sadar semua tulisan itu untuk kamu. Dan lagi, kamu nggak pernah membacanya.

Menulis itu mampu membuatku candu. Sama kayak mikirin kamu. Mungkin bukan candu, itu seperti sebuah keharusan. Aku nggak tau kenapa aku memilih kata ‘keharusan’ untuk menggambarkannya. Mungkin karena itu juga sebuah keharusan. Aku gak tau kenapa terus memakai kata ‘mungkin’ untuk mejelaskannya. Penjelasannya masih semu… sama kayak kamu. Aku juga nggak tau kenapa bisa ngetik setengah halaman hanya membahas seperti ini. Mungkin rumit, sama kayak kamu. Dan sudah. Aku mau mengakhiri semuanya. Aku nggak mau merumitkan yang sudah rumit. Dan nggak tau, aku tetep aja ngeladenin kamu yang terus membuat rumit yang sudah rumit. Apakah rumit maknanya sama dengan susah? Kalau iya, tenang, aku tidak merasa disusahkan sama kamu. Karena, sebenarnya, kamu nggak buat susah, cuma aku aja yang menganggapnya susah. Kamu nggak ngapa-ngapain aja, aku mati iseng sendiri.

               Kalo kamu baca ini kamu merasa diribetkan, tenang, kamu kegeeran. Sebenarnya tulisan ini buat aku sendiri, karena lagi, kamu nggak pernah mau kesini untuk membacanya. Salam satu jiwa, kamu!

#CurhatanDebora


Ada beberapa hal yang tidak bisa disampaikan dengan lisan, secara lengkap. Mungkin bagiku semua hal.

Dan ada beberapa hal juga yang hanya bisa dijelaskan dengan lisan, bukan kata-kata.

Ada beberapa hal yang tidak perlu kita ketahui,

Ada pula hal yang tidak perlu kita mengerti, cukup diketahui saja.

Ada banyak jalan yang kita lewati. Dan ada saatnya dimana kita akan mengerti, mengapa jalan itu yang terpilih.

Ada banyak cerita yang membutuhkan judul. Mungkin semua. Dan akan tiba saatnya mengerti mengapa memilih judul tersebut untuk menggambarkan seluruh isi cerita hanya dalam beberapa kata.

Ada juga harapan yang dibiarkan tetap menjadi harapan, tak mau diteruskan. Karena sudah nyaman dengan keadaan atau apapun itu adalah hal yang hanya menunjukkan kepura-puraan.

Ada banyak kedipan, helaan nafas juga debaran yang kita lewati begitu saja. Tapi, ada waktu dimana kedipan, helaan nafas, dan debaran itu kita nikmati, begitu sangat berarti.
                Bukan seberapa banyak waktu yang kita miliki, tetapi seberapa banyak kisah yang mampu kita rangkai. Terimakasih untuk tiga tahun ini. Terimakasih telah mengajakku merasakan bagaimana rasanya dihargai, dibanggakan, dikecewakan, dibahagiakan, dan disedihkan. Mungkin tidak hanya itu saja. Banyak hal yang membuatku semangat pergi ke sekolah. Dan aku sudah merindukan solat Dzuhur bersama di sekolah dan makan siang dan permainan sebelum bimbel dimulai.
                And here I now, mencoba menikmati segala sesuatu. Tetapi untuk menikmati segala sesuatu itu sendiri memiliki caranya sendiri untuk dinikmati. Dan segala kenangan memiliki caranya sendiri untuk dikenang.


Sabtu, 30 Maret 2013

Editan Segitiga

Editan segitiga-segitiga yang diinspirasikan oleh Dhino anak fesbuk yang entah kenapa bisa ngestalk sampe ke orang Jakarta. Udah lama, tapi baru ngedit beberapa hari lalu karena lagi sibuk :))
Gakpenting,tapi yaa nambahin postingan di blog aja.





Hard to Breathe (dua)


Cerita sebelumnya: Hard to Breathe


Heina termasuk cewek yang doyan internetan. Apa-apa cari di internet. Heina juga suka belanja online dengan menggunakan kartu ATM milik orangtuanya. Semenjak diberi harapan palsu sama kakak kelas jugalah, Heina jadi jarang buka Facebooknya. Sekarang, Heina lebih sering berkicau di Twitter, atau baca-baca hal menarik di Kaskus atau sekedar melihat foto-foto di 9GAG atau 1CAK dan melihat video di Youtube. Heina tidak tertarik dengan Wordpress. Menurutnya, Blog lebih menarik daripada Wordpress yang terlalu sederhana. Hm, mungkin Heina hanya belum tahu mengutak-ngatik Wordpress.
                Azhar-lah yang membuatnya terpaksa membuka kenangan lama…. Di Facebook. Walaupun Inbox dari kakak kelas itu sudah dihapusnya, Heina merasa masih ada yang tersisa disana. Saat membuka profile-nya Azhar, Heina melihat tak banyak status yang Azhar buat. Kalaupun ada, status yang dibuat Azhar juga tidak terlalu penting. Heina terenyu. Apa yang bisa aku dapat disini kalo dia kayak gini?
                Heina berpindah haluan. Heina mencari-cari foto apa saja yang Azhar punya. Heina terenyu untuk kesekian kalinya. Yang ada hanya fotonya bersama teman bolanya. Tak banyak. Padahal, Heina mencari-cari foto Azhar yang narsis. Hm, Heina terenyu, dia bersyukur Azhar bukan cowok narsis yang suka berfoto di depan cermin..
                Tangan Heina semakin lincah. Jari-jarinya membawanya ke tab Info. Heina mengeklik, seketika muncul beberapa informasi tentang Azhar. Tak banyak, tetapi Heina kembali terenyu. Heina mendapati nomor hape Azhar tercantum dengan suka-cita. Heina lari mengambil hapenya dan mencatat nomor Azhar. Mungkin suatu hari, jika aku butuh atau apalah, aku bisa menghubunginya.
Tiba-tiba Heina sadar. Mengapa Azhar mencantumkan nomor hapenya di Facebook? Walaupun senang, Heina terus bertanya-tanya, karakter seperti apakah yang Azhar punya. Menurut Heina, mencantumkan nomor hape di Facebook sangatlah tidak penting. apakah Azhar tidak takut nanti banyak orang asing yang mengiriminya sms tiba-tiba? Atau menelponnya? Hm, mungkin Azhar mencantumkan nomor hapenya untuk jaga-jaga; siapatau dia tiba-tiba lupa nomor hapenya, siapatau ada orang yang membutuhkan. Heina tak tahu, hanya bisa mengira-ngira. Atau, apakah Azhar adalah jomblo kesepian yang mencantumkan nomor hape supaya ada cewek yang sms dia ajak kenalan? Duh.

                Setelah  pulang les, Heina mengambil hapenya. Dia punya pulsa. Apalagi? Keberanian. Heina menatap nomor hape Azhar untuk beberapa lama, mengumpulkan keberanian.


Jumat, 29 Maret 2013

Hard to Breathe


"I can't breathe without you, but i have to breathe without you.." Taylor Swift – Breathe



Dia pun tak tahu sejak kapan. Yang dia tahu, saat dia disapa, dia merasa dunia ikut menyapanya. Dan dia tahu, itu salah. Apakah benar itu salah?
                                      
Dia cewek jomblo. Entah apa benar jomblo, karena dia masih dalam status berpacaran. Sayangnya, dia digantungin sejak 5 bulan lalu. Semenjak itu, dia mencoba ngelupain semua kenangan yang nggak terlalu banyak.

Awalnya dia menikmati semua. Sudah mulai terbiasa digantungin. Teman-teman yang mengetahui itu juga sudah melupakannya. Biasanya, dia bakal ngepost di blog kalo ada hal berkesan…. Dan kalo sempat. Jadi, selama dia berpacaran sama cowok-tukang-gantung itu, gak ada kesan yang berarti.

Seperti biasa, setiap istirahat sekolah, dia pasti berkumpul dengan teman-teman dekatnya di meja guru karena kelas mereka di depan lapangan voli… intinya, mereka suka sekali melihat cowok-cowok bermain bola di lapangan voli. Iya, sekolah mereka nggak punya lapangan bola. Lapangan bola itu butuh lahan yang luasnya nggak sempit. Jadi, para cowok yang rela berkeringat untuk mengeksplor bakat dan hobi, mereka bersedia bermain bola…. Di lapangan voli. Cowok-cowok itu juga pernah bermain di lapangan basket sekolah, tapi kadang diusir sama guru ekskul basket karena lapangan itu juga mau dipakai buat main basket.

Suatu hari, saat matahari sedikit meninggi, entah berapa derajat, yang jelas matahari sedang meninggi. Menunjukkan bahwa dia ada dan dibutuhkan. Itu saat jam istirahat kedua. Tak banyak yang pergi menjajahkan uang jajan di kantin maupun di koperasi sekolah. Dan pada jam itulah, anak cowok mulai mengoper bola kesana-kemari.

“Itu siapa?” tanya Heina tiba-tiba.
“Itu Azhar. Kenapa? Kamu suka?” Lena meladeni.
“Enggak. Cuma mainnya bagus…. Senyumnya juga manis”
“Ecieeee. Azhar! Katanya Heina senyummu manis!” teriak Lena tiba-tiba kepada Azhar.

Azhar menoleh dan tersenyum membalas teriakan Lena. Itu berarti Azhar mendengarnya. Heina salah tingkah dan langsung berlari menuju tempat duduknya.

Hari Heina kini tidak seperti biasanya; banyak teman yang menggodanya karena dia menyukai Azhar. Tak sedikit juga guru menggodanya. Dia menikmati semuanya. Buku hariannya atau yang Heina sebut binder pun juga mulai terisi. Ya, Heina suka menulis hal-hal menarik di bindernya dan entah mulai kapan dia benar-benar suka kepada Azhar, hari itu pula dia mulai bergantung lagi pada bindernya.
Hari itu menjadi hari dimana kejadian hari itu menjadi yang pertama di bindernya Heina semenjak dia sudah lelah diberi harapan palsu terus dari kakak kelas. Semenjak Heina sadar dia hanya dianggap sebagai teman game online, Heina menganggap kakak kelas semua sama. Sama-sama nggak peduli sama adek kelas. Anggapan yang sederhana, salah satu ciri Heina yang juga nggak mau terlalu ambil pusing sesuatu. Karena Heina menganggap jika semua dibuat pusing, dianggap masalah, hal itu akan terus begitu. Tetapi jika menganggap hal itu adalah berkah maka kita harus mensyukurinya dan dijalankan dengan senang hati.


Sabtu, 16 Maret 2013

Mulutmu memang harimaumu.

Mungkin aku yang terlalu peka dan menganggap semuanya serius. Sebenarnya tidak. Aku orangnya tidak seriusan, belajar untuk TO aja kadang gak sepenuhnya belajar. Jadi, aku kenapa?

Telingaku juga yang kamu butuhkan agar aku bisa mendengar. Bagaimana jika aku tak bisa mendengar? Hah. Aku bersyukur masih bisa mendengar... dan mendengar ucapanmu, aku tak apa. Life must go on, kan? Haha. Kalau dibilang gak peduli sih, enggak. Karena aku udah ngetik beginian untuk kamu, berarti aku peduli sama omonganmu. Seharusnya aku bisa gak peduli, entah kenapa, omonganmu terus terngiang setiap melihatmu. Dan aku melihatmu setiap hari kecuali di hari minggu dan liburan sekolah. Liburan sekolah-pun kadang kita bermain bersama. Kita sangat dekat, ternyata. Aku sudah sadar. Kamu kapan sadarnya? Aku udah nganggep kamu sahabat... udah berapa bulan kita sama-sama? Mungkin akan jadi 24bulan. Yah, walaupun bukan seberapa lama kita bersama, tapi seberapa banyak momen yang kita buat selama bersama. Aku mulai puitis. Aku membenci diriku disaat seperti ini. Sebenarnya aku kesal. Aku mau marah ke kamu? Haha. Mulutmu harimaumu. Kamu pasti gak sadar udah ngomong kayak gitu ke aku.... didengar banyak orang dan aku ditertawakan. Kamu gak sadar. Akau kamu udah sadar? Dan semuanya itu sengaja? Haha. Setega itukah? Duh.

Banyak kali, dan aku masih saja seperti ini. Menganggap gak ada yang terjadi, mengganggap telinga ini tak berfungsi lagi. Hoooo, apakah aku dibodohi? Hm, aku tidak merasa dibodohi. Hanya saja dijadikan untuk kesenangan dan ketenaran diri.

Mungkin kalian tahu bagaimana rasanya banyak orang yang tertawa akan leluconmu. Itu menyenangkan memang. Tapi, lelucon yang seperti apa dulu. Aku sama sekali gak menoleransi lelucon yang menertawai ciptaan Tuhan. Seperti bentuk tubuh, warna kulit, bahkan panjangnya bulu hidung. Mengapa harus menghina dan menertawai ciptaan Tuhan? Bagaimana jika kamu berada diposisi orang yang kamu tertawakan? Feel it with the bottom of your heart. Ini agak lebay.

Jadi, intinya, jaga ucapan. Aku juga berusaha menjaga ucapanku, kok. Terkadang, jadi pendiam itu menyenangkan dan jauh dari masalah.

Berbicaralah seperlunya. Diam sama sekali atau berbicara dengan ucapan yang baik-baik dan tidak menyakiti.

Dan selama mengetk ini pula, aku sadar. Lisan itu bener-bener tajam. Aku gak tau gimana kalo aku ngelakuin kayak begitu ke orang lain yang dimana aku sudah pernah ngerasain pernah diperlakuin kayak gitu. Dan dari sinilah, kepingan cara hidup mulai datang satu-persatu. Aku gak boleh gituin orang lain, karena rasanya gak enak.

Ayo, kita sama-sama menjaga lisan. Dan tentang sahabatku, tenang, aku masih mau berteman denganmu. Semoga Allah memberikan kemudahan dalam hidupmu dan selalu dalam lindunganNya. Aaamiin.

Cukup sudah. Aku mau melanjutkan makan makaroni pedes yang aku beli di koprasi sekolah tadi pagi. Semoga harapan kita semua terkabul. Aaaaaamiiiiiin


Selasa, 12 Maret 2013


Dan aku masih mencintaimu, sampai detik ini.

Hari pertama masuk SMA adalah hal yang menyenangkan dan juga menakutkan buatku. Memang, aku tidak dikenal banyak orang, aku bukan orang yang eksis dan eksotis, makanya, kakak kelas tidak ‘wah’ saat melihatku. Tapi, dengan begitu, dengan tidak kenalnya aku dengan kakak kelas, aku fikir aku tidak akan mencampuri atau terlibat di dunia-kakak-kelas.

Aku masih saja smsan dengan Eky waktu itu. Pemain bola yang terhebat se-SMP, menurutku. Aku mulai menyukainya saat kelas 6 SD. Dan di kelas 3 SMP, aku mulai makin dekat dengannya. Setiap malam, sampai lewat tengah malam pun aku dan Eky tetap saling mengirimkan pesan. Dia adalag seorang pembalas sms yang cepat. Aku dan Eky tidaklah lebih dari sepasang sahabat.

Dia tahu kebiasaanku mandi malam.
Dia tahu stasiun radio kesayanganku.
Dia tahu makanan kesukaanku.
Dia tahu pelajaran kesukaanku.
Dia tahu band kesukaanku.
Dia tahu lagu kesukaanku.
Dia tahu aku tidak pernah punya pulpen dan pensil.
Dia tahu aku selalu menghilangkan semua pulpen yang kupinjam.
Dia tahu jam tidurku.
Dia tahu minuman kesukaanku di kantin sekolah.
Dia tahu bahwa ada ringtone yang aku pakai khusus buat telpon dari dia.
Dia tahu……..
Ah hampir semua dia tahu.

Aku pernah menyimpan 1000 lebih smsnya dalam 3 hari. Entahlah apa yang dia rasakan. Dan juga aku.
Aku pernah memberinya coklat silverqueen saat valentine 2008. Karena takut teman-teman kelas curiga, aku beli 3 batang. 1 untuk aku, untuk Sinta, sahabatku, dan untuk Eky. Hasil dari tabunganku berbulan-bulan. Terasa lebih nikmat saat ku makan. Dan aku menghargai setiap gigitan yang masuk ke mulutku.

Acara radio kesukaanku menjadi kesukaannya juga. Acaranya setiap jum’at malam jam 9. Esoknya, di sekolah,  aku dan dia menceritakan kembali apa yang tadi malam dibahas di ‘radio kami’ sambil tertawa bersama. Entahlah. Aku rindu semuanya.

Dia tidak pernah bertanya ke aku, gimana perasaanku ke dia. Atau sebaliknya. Atau dia sudah mengetahui semuanya, tetapi dia hanya ingin seperti ini, tetap seperti ini, tetap bersahabat.

Tiap malam, aku dan Eky selalu janjian buat dengerin radio bareng.

Dan semakin lama, semakin tidak terasanya waktu, semakin terasa cepat jarum jam di tangan kita berputar. Tidak terasa. Tidak tahu. Mengapa Sang Waktu begitu angkuh. Tidak mau mampir sejenak bersama kita menikmati momen untuk berhenti beberapa detik, atau bahkan menit dan… jam.

Setelah 5 bulan di SMA, aku dan Eky sudah tidak smsan lagi. Dia bosan? Atau aku?
Sang Waktu semakin mahir melewatkan momen demi momen.
Aku mencintainya, dengan cinta yang ganas dan tak akan pernah mati…
Aku ingin. Sekali lagi. Bertemu dia. mendengarkan radio di stasiun yang sama. Sekali lagi. Apakah keinginanku terlalu berlebihan, wahai Sang Maha Pemurah?  

Dan sekarang.. ada seseorang yang aku harap bisa ngingetin dia kalo dia salah, ngingetin dia solat, makan, tidur, menjaga kesehatannya, dan….. mengaji. Dia ada. Mungkin, kisah kita cukup hanya sebatas sahabat yang dibentangkan jarak begitu tebal-tinggi-angkuh. Maaf jika selama ini aku hanya berselimut dalam kepura-puraan bahwa aku hanya ingin hanya sebatas sahabat. Mungkin aku terlalu nyaman dan akhirnya aku membohongi perasaanku sendiri.

Terimakasih waktu, kau mengajarkanku bagaimana cara mengikhlaskan dari kehilangan yang sebenarnya tak pernah aku miliki. Haha. Semuanya kan hanya titipan Allah. Semua bakalan kembali kok. Tenang aja. 



Post yang terlalu lama berbaring di draft. Ini adalah karya ketik hasil anak bangsa yang aku sendiri geli bacanya. Semoga ini menjadi karangan yang gak cerepa. Berhubung ini udah jam 2 pagi, jadi sudahlah. Kisah kita cukup sampai disiniiiiiiiii~  salam super. 


Senin, 04 Maret 2013

Moova Shaka, UAS!!!


Tadinya salam pembuka post ini adalah sebuah ‘hai’ dan pentingnya kenapa aku cerita ini adalah, saat selesai aku mengetik ‘hai’ di keyboardku yang mulai lapuk ini, tiba-tiba laptopku mati….. tapi tidak perasaan ini #bah

Yaudah. Itu hal gak penting yang dipenting-pentingkan. Itu juga salah-satu sebab kenapa Indonesia susah sekali maju. Hmch. Ini jadi sok menggurui.


FYI juga, Dini dari tanggal 26 Februari sampe tanggal 2 Maret itu lagi sakit panas-dingin, pusing, mual, dan batuk...... duh ngebayanginnya lagi aku tak sanggup... aku tak bisaaaa.. aku tak mampu dan aku tertatiiiihhhhh~~~ Hari Jum'at itu Dini izin sekolah karena udah gak kuat. Sebenernya dari hari Selasa, tapi karena hah entahlah Alip memberikan semangat yang sebenarnya dia gak ngasih. Ya gitu, liat dia aja, aku udah seneng. Cewek nda benar. 
Sakit itu katanya temen-temen karena aku kecapekan. Kenapa? Karena aku pergi Gowes sama temen-temen yang lain buat nonton Alip main bola padahal hari Jum'at dan Minggu kemarennya aku baru Gowes, dan gowesnya gak deket. Liar emang.

Jadi, hari ini adalah hari pertama UAS kelas 9 se-kota Bontang. Pelajarannya adalah Agama dan Seni Budaya. Untuk  pelajaran agama, aku belajarnya buku paket kelas 7,8, dan 9 ditambah kertas yang dikasih sama Pak Abdul. Yah, ini akibat dulu-dulu waktu guru ngejelasin, akunya ‘kemana-mana’. Dan pelajaran agama tentang hukum bacaan itu nggak gampang, fren. Itu,ya yang aku hapal Cuma tentang Alif Lam sama Idgam Mimi doang. Ini juga akibat tidak menganu guru. Menganu adalah intel. Hah.
Jadi, pelajaran hidup yang Dini dapat hari ini adalah kalo guru lagi ngejelasin itu fokus, biar nanti kalo mau ulangan gak usah mengulang lagi ;_;

Untuk pelajaran Seni Budaya, itu yang yang aku pelajari ada 75 soal kalo gak salah, dan yang keluar Cuma 50. Soal itu guru Seni Budaya di sekolah, jadi semua jadi lebih mudah. Alhamdulillah nilainya udah keluar. Dan Alhamdulillah lagi, aku dapat nilai 94. Hmch. Walaupun itu ada bantuan jawaban dai teman-teman._.v Oiya, nilainya Alip juga 94. Mungkin kamu belum tau, lip. Dan kamu juga gak tau kalo aku udah tau dan aku gak berani ngasihtau kamu. mungkin bodoh. Terserah. aku Cuma mau menahan diri. Nanti paling kamu juga tau sendiri, besok nilainya ditempel, kok.


Dan tentang UASnya sudah. Semoga angkatan kelas 9 tahun ini dapat nilai sempurna, bisa banggain orangtua, dan orang-orang yang kita sayang. Aaamiiinn.

Dipost ini, Dini minta maaf karena udah jaang ngeblog lagi. Udah kelas 9 dan semua kegiatan yang biasa dilakukan harus diminimalisasikan. Haft. Ya emang gitu. Kalo ada waktu, Dini pasti usahain ngeblog, kok. Dini juga kangen nulis-nulis disini walaupun gak ada yang baca. Si Anu juga paling gak baca. Aku gakpapa. Yah, intinya, Dini mau fokus UAS, Try Out, dan UAN dulu. Satu bulan itu Cuma beberapa hari, kok. Jadi, Dini mau menggenjot semua kemampuan yang Dini punya. Dini harus bisa lulus UAN dengan nilai sempurna, yaa setidaknya Sembilan  koma lah ya. Dan UAS nilainya pada bagus. Semoga semua teman-temannya dini juga lulus UAN dengan nilai sempurna, UASnya juga bagus nilainya. Aaamiin





Senin, 11 Februari 2013

Tiga Bait, Senja..


Kamu tu coba bilang apa gitu kek,ya, biar aku nyadar dikit. Hah. Seharusnya sadar banyak-banyak. Kamu emang jauh yang sebenarnya dekat.


Aku masih memperhatikan kamu
Mungkin selalu
Karena segala tentangmu membuatku candu
Ingin ku lepas rindu
Walau aku tak ada bagimu
Walau kau hanya senja yang semu

Seperti katamu
Tak ada harapan palsu
Tetapi, yang kulihat hanya harapan yang berlalu

Asal kau tahu
Aku tak bisa menghentikan dunia baruku; mencandu
Doaku, harapanku, yang selalu kurapal untukmu
Hah. Akupun terlalu bodoh untuk tidak berhenti bercerita pada Tuhanku.. tentangmu
Walau ku tahu, doa kita tak pernah bertemu pun juga beradu


Untukmu Senja, yang terus menggerakkan penaku. 
Semangat kelas 9, semangat Try Out, semangat Ujian Nasional. 
Semangatlah kamu, karena kamu adalah semangatku

Rabu, 06 Februari 2013

Yang (masih) Tentangmu


Aku baru sadar. Seharusnya tidak sedalam ini.
Cewek yang berdiri tak sendiri itu mendapati dirinya basah dan kedinginan. Bis kota yang tak biasanya datang terlambat membuatnya menunggu di halte yang tak jauh dari sekolahnya.

Ya. Itu aku.

Aku tidak takut hujan. Aku hanya takut, hujan akan membawa kenangan itu kembali lagi ke permukaan. Senyum itu, ya aku ingat sekali.

Tangan itu.. aku tau, aku tak pantas menggenggamnya. Tapi, hah. Sudahlah. Mungkin Tuhan ingin membuat suatu kejadian yang jika kuingat aku akan tak hentinya tersenyum. Ya, Tuhan ingin melikatku tersenyum…. Karenamu.

Alunan rintikan hujan kali ini, menemani sepi yang tak kunjung menepi... pun juga rindu ini. Ah. Tidak hanya kali ini. Hujan selalu menyertai kepergianmu yang haus akan rindu ini.

Seperti katamu... Apa peduliku? Hujan membawa kenangan yang masih tentangmu

Sabtu, 02 Februari 2013

"Selamat Ulangtahun, Ya...."


Selamat pagi, Senja. Kuharap kamu ingat.

Oh ya, sebelumnya, selamat ulangtahun untuk diriku sendiri. Semoga segala harapan dari diriku sendiri, keluarga, teman dikabulkan. Amin. Aku merasa sangat tua.

Ratusan doa pula dipanjatkan oleh teman-teman melalui sms, twitter, facebook, juga secara langsung berjabat tangan. Hah.

Malam pergantian usiaku pun aku masih terus memanjatkan doa untukmu yang sebenarnya yang bahagia hanya aku. Aku tahu itu.

Dan terbangun keesokan harinya dan menyadari, aku terlalu banyak berharap hingga terlelap. Tak pun merasa lelah.

Aku menggosok-gosok kedua telapak tanganku sejak sampai di sekolah. Ya, pagi itu terasa sangat dingin. Dingin yang ditemani oleh ribuan tanya dan ribuan doa.

“Alba!” suara yang khas keluar dari bibir teman seangkatan yang pernah sekelas denganku. Dengan rambutnya yang keriting, aku semakin yakin itu dia. Nabil.
“Ha?”
“Sini!!”
“Ha? Aku?”
“Iyalah”

Akupun mulai menata langkah mendekati Nabil yang tidak duduk sendirian disana. Seingatku, ada 9 cowok duduk bersama Nabil yang juga melihat ke arahku.

“Weh.. Ba! Selamat ulangtahun, ya!” Nabil menjabat tanganku. Dia tetap pada posisi duduknya.
“Eh. Iya. Makasih ya!” kurangkai senyuman terbahagia untuk teman seangkatanku itu.
“Lho, Alba ulangtahun?” seorang teman yang lain bertanya bingung.
“Heleh, iyaaaa!!” jawab Nabil
“Bweeee! Selamat ulangtahun ya, Ba!”
“Selamat ulangtahun, Ba! Makan-makan!”
“Iya. Makasih, yaaa!!”
“Eh, Ba! Gini aja, daripada kamu capek nyalamin satu-satu, kamu lari aja dari ujung sambil njulurin tangan, kita juga njulurin tangan. Kayak pemain bola gitu lho!!”
“Bwahahahaha. Oke-oke”
Dan mereka sudah bersiap
“Cepat, Ba!!”
“Bwahahahaha!!! Lucu nah! Hah. Gak kuat”
“cepet, Baaa!!”
“Iya-iya… cepet dah kalian njulurin tangan, ya. Aku lari”

Mereka pun menjulurkan tangan mereka. Aku tak kuasa menahan tawaku.mereka pun sama. Betapa akan kurindunya momen seperti ini nanti, ujarku pada diri sendiri.

“Alba, selamat ulangtahun, yaaaa. Semoga panjang umur, sukses UNnya semoga dapat niali UN tertinggi. Amin”
“Terimakasih, ya, Agam!!!! Aminaminamin!! Semoga kita bisa lulus sama-sama!!” semakin kueratkan jabatan tanganku. Hah. Aku rindu sekelas sama Agam. Rindu suaranya yang lantang.

Suasana sekolah hari itu terasa berbeda. Lebih indah tetapi ada yang kurang. Itulah manusia, selalu merasa kurang. Dan doa yang sedari malam kupanjatkan tak kunjung berbalas. Mungkin bukan itu yang aku butuh, ujarku pada diri sendiri lagi.

Dada terasa sesak. Penuh akan harapan sendiri yang entah mengapa aku masih saja terus merangkainya menjadi doa. Walaupun itu nantinya tidak terjadi, tetapi aku sudah berdoa. Ya, aku tidak berusaha. Untuk apa? Aku sudah cukup begini saja. Menikmatimu dari jauh, dalam-dalam, merangkai doa, indah kurasa.

Kantin sekolah masih sama. Sesak. Aku membelanjakan uangku untuk membeli semangkuk soto dan dua gelas aqua. Cukup sudah membuatku semakin sesak.

Sebenarnya apa yang benar-benar aku harapkan? Apakah ini salah? Aku pikir, jika ini salah, tak mungkin sedalam ini, tak mungkin sejauh ini, tak mungkin senyaman ini, tak mungkin seindah ini.

Sisa beberapa menit lagi bel masukan berbunyi mengingatkan kami bahwa sekolah memang harus sekolah. Aku mengambil posisi paling ujung dekat dengan pintu kelas. Sambil meneguk aquaku, aku duduk di depan kelas. Ya, disana ada beberapa deretan kursi-kursi bekas yang sudah tidak layak diduduki di kelas. Tidak hanya sendiri, teman sekelas yang sudah aku anggap sahabat juga ikutan duduk. Mereka pun bercerita. Entah kenapa, hari itu aku mengacuhkan apa yang mereka ceritakan. Aku menoleh ke pintu kelasnya sekali-kali. Hah. Dia memang jarang main di luar.

Aya, Hana, dan Dinda tiba-tiba berlari dan berteriak ke kelasnya.

“Abeeee, Alba ulangtahun, lhooo!!”
“Abee coba ucapin ke Alba selamat ulangtahunnnn!!”
“Aaaabeeee”

Dan dunia mulai menertawaiku.

Aku mulai bersandar. Membisikkan pada diri sendiri bahwa dia nggak akan pernah datang ngucapin.
Dan… haha. Dia datang.

Yang kuingat, dia datang dengan senyum lebar dan tangan yang digoyang-goyangkannya. Ya, dia memang selalu tersenyum.

Hampir seluruh kelas angkatanku keluar dari sarangnya. Adik kelas pun ikut berkeluaran. Entahlah, aku mencoba menikmati momen itu, tetapi yang ku ingat hanya beberapa. Dan kusimpulkan, itu karena aku ‘sudah kemana-mana’, sudah terbang terlalu tinggi, menyadari bahwa doaku dikabulkan. Ya, walaupun dia terpaksa. HAHA.

“salaman tuloo, Beeee!!” suara-suara teman seangkatan mulai berkoar. Hah. Dunia benar-benar menertawaiku.

Kulihat tangannya bergoyang-goyang. Dan aku tak berhenti tersenyum. Walalupun sudah kucoba.
Tangannya terulur…

“Selamat ulangtahun, ya…” ucapnya dengan sedikit tergesa-gesa. Suaranya yang mengalahkan puluhan teman seangkatan cukup mampu membuatku tidak bisa berhenti tersenyum.Tuhan, tolong, saat ini berhentikan waktu sebentaaaaaaaaar saja, berikanlah walaupun hanya sedetik lebih lama.

Dan  aku salah tingkah. Wajar. Hah. Sudahlah.

“Ciee ukhti disalamin..” teriak teman pengajianku yang berbadan besar itu.
“heeh. Nggak boleh. Bukan mukhrim…” dan aku membalas candaannya.

Ku julurkan tanganku. Menerima juluran tangannya. Hah. Munafik emang. Aku juga tidak tahu, apakah aku menggenggamnya erat atau hanya biasa saja. Aku sudah terbang terlalu jauh.

Riuh. Kata ‘Cieee’ berdesakan masuk ingin didengarkan.

Sudah. Dia pergi. Aku berlari masuk ke kelas dan menginjak pot bunga dan juga menginjak kaki seorang teman. Aku benar-benar terbang terlalu tinggi.

Dan hari itu, pelajaran matematika 3 jam terasa mudah. Hah.

Sore harinya, aku pergi les. Bertemu beberapa teman yang sama di sekolah. Aku masih di-cieee-in sama mereka. Dan menghentikan senyum ini tidaklah mudah.

“Eh Ba, tadi itu dia kan aku suruh ngucapin ke kamu, trus dia nanya.. ‘eh, Ra, aku bilang kayak apa? Gimana bilangnya?’ trus aku bilang ‘bilang aja, Alba, selamat ulangtahun, ya’ trus dia jalan sendiri, padahal aku nggak maksa dia pergi dan nggak dorong dia” cerita Rara padaku. Padahal aku tidak memintanya bercerita.

“Anu, tadi juga, sebelum ngucapin ke kamu, aku bilang gini ‘eh Be, hari ini Alba ulang tahun, lho’ trus kamu mau tau dia jawab apa? Dia jawab gini ‘trus aku harus apa?’ gitu, Ba…”

Oke. Hmch. Rasanya.... ya gitu. Yang jelas rasanya sakit.

Mengenang hari itu pun rasanya berat sekali. Apa yang akan dikenang? Jabatan tangan dan seonggok kata-katanya? Haha. itu tidak cukup untuk menyembunyikan apa yang dia ucapkan sebelumnya. 

Terimakasih, Senja. Hari itu kau membuatku tersenyum tak hentinya dan menyesal yang tak hentinya pula. Terimakasih untuk tanggal 26 Januari 2013 itu, aku tahu itu takkan terjadi lagi. Terimakasih sudah mau ngucapin aku selamat ulangtahun dan bonus berjabat tangan. Terimakasih untuk keseimbangan kejadian hari itu yang luar biasa.

Kita tidak akan pernah merasakan bahagia sebelum kita merasakan bagaimana rasanya bersedih.